Selasa, 12 Februari 2008

WAKTU PERAWATAN UNTUK PENCEGAHAN PADA KOMPONEN KRITIS CYCLONE FEED PUMPBERDASARKAN KRITERIA MINIMASI DOWN TIME

Siti Nandiroh
Jurusan Teknik Industri, Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Tromol Pos 1 Pabelan Surakartaemail : s-nand@telkom.net
Indah Pratiwi
Jurusan Teknik Industri, Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Tromol Pos 1 Pabelan Surakartaemail : indah_prat@plasa.com
Hesthi Widodo
Jurusan Teknik Industri, Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Tromol Pos 1 Pabelan Surakarta
ABSTRAK
Sistem perawatan mesin yang dilakukan di PT. Newmont Nusa Tenggara, selama ini masih bersifat korektif yaitu perawatan setelah terjadi kerusakan. Kerusakan komponen ini biasanya akan ditandai dengan ditemukannya produk yang dihasilkan tidak sedikit mengalami kecacatan. Peranan perawatan terhadap komponen-komponen Cyclone Feed Pump pada Process Departement - PT.Newmont Nusa Tenggara sangat penting artinya untuk mencegah terjadinya kecacatan produk masal dan mencegah terjadinya down time produksi. Dan perawatan yang paling baik digunakan adalah perawatan pencegahan sebelum terjadinya kerusakan (preventive maintenance).
Mesin kritis adalah mesin yang mengalami frekwensi kerusakan terbesar dengan total downtime terbesar. Untuk penentuan mesin kritis ini, langkah pertama yang dilakukan adalah dengan mengukur lamanya waktu downtime produksi dari tiap-tiap mesin yang ada.
Perhitungan MTTR berdasarkan data downtime, yang sebelumnya juga dilakukan uji kecocokan distribusi dan hasilnya sesuai, Dengan melakukan perhitungan Mean Time To Repair dan Mean Time To Failure dapat diketahui rata-rata waktu berapa lama pompa beroperasi dan berapa lama pompa tersebut dapat dilakukan perbaikan serta dapat diketahui Reliability pada Cyclone Feed Pump 2.0.1.
Setelah dilakukkan perhitungan, komponen kritis Discharge Pipe pada Cyclone Feed Pump 2.0.1 harus sudah dilakukan inspeksi preventif, karena telah beroperasi 664.8 jam, dan perbaikan yang harus lakukan maksimal 3.4997 jam setiap kali dilakukan shutdown. Kata kunci: maintenance, reliability, komponen, mesin
Pendahuluan
Perusahaan harus mampu mengoptimalkan segala sumber daya yang dimilikinya agar mampu menghasilkan produk atau output yang sesuai dengan target dan perhitungan serta mampu mengantisipasi segala kerugian yang mungkin timbul yang pada akhirnya akan meningkatkan produktivitas dan harga jual produk.
Bagi perusahaan, mesin memegang peranan yang sangat penting dan vital untuk mendukung jalannya proses produksi yang berlangsung menggunakan mesin. Oleh sebab itu perawatan yang terencana dan baik merupakan hal yang sangat penting agar proses produksi berjalan dengan lancar.
Sistem perawatan mesin yang dilakukan di PT. Newmont Nusa Tenggara, selama ini masih bersifat korektif yaitu perawatan setelah terjadi kerusakan. Kerusakan komponen ini biasanya akan ditandai dengan ditemukannya produk yang dihasilkan tidak sedikit mengalami kecacatan.
Perumusan Masalah
Peranan perawatan terhadap komponen-komponen Cyclone Feed Pump pada Process Departement - PT.Newmont Nusa Tenggara sangat penting artinya untuk mencegah terjadinya kecacatan produk masal dan mencegah terjadinya down time produksi. Dan perawatan yang paling baik digunakan adalah perawatan pencegahan sebelum terjadinya kerusakan (preventive maintenance). Sehingga perlu dikaji dan dianalisa mengenai Waktu Perawatan Komponen Kritis Cyclone Feed Pump.
Dasar Teori Beberapa persamaan yang Digunakan
Setiap persamaan dalam sistem perawatan selalu berdistribusi exponensial, sehingga persamaan yang digunakan:

Identifikasi Distribusi Untuk Komponen Impeller.
Untuk perhitungan distribusi yang digunakan pada komponen Impeler dapat dilihat pada tabel 1 dan tabel 3, hasil dari perhitungan dari tiap-tiap jenis distribusi tersebut adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Prosentase kerusakan tiap komponen kritis
No Komponen Cyclone Feed Pump 2.0.1 Total Downtime Kerusakan (Jam) Prosentasi Downtime (%)
1 Impeller 34.38 19.02
2 Suction Liner 18.38 10.17
3 Discharge Pipe 34.09 18.86
4 Barel Bearing Oil 2 1.10
5 Casing 29.10 16.10
6 Gear Box 39.04 21.60
7 Shaft Sleeve 3.33 1.85
8 Suction Pipe 5 2.77
9 Gland Packing 8.42 4.66
10 Rubber Thicness 4 2.21
11 Ball Valve 3 1.66
JUMLAH 1801.14 100

Tabel 2. Nilai TTF untuk setiap komponen kritis Impeller pada Cyclone Feed Pump 2.0.1
No Tanggal Downtime (Jam) Waktu Kerusakan ( Jam ) Time To Failure (Jam)
1 8 Januari 2004 4 07.34 -11.34 -
2 25 Januari 2004 3.38 16.33 -20.11 389.35
3 5 Mei 2004 6 06.00 -12.00 2385.49
4 23 Juli 2004 4 16.00 -20.00 1876
5 12 Agustus 2004 6 06.00 -12.00 478
6 6 September 2004 4 07.50 -11.00 582
7 28 Oktober 2004 2 14.06 - 16.16 622.44
8 15 Desember 2004 5 07.25 -12.25 1119.1
JUMLAH 34.38

Tabel 3. Identifikasi Distribusi Data Time To FailureKomponen Impeller Tabel 4. Data Downtime Komponen Cyclone Feed Pump 2.0.1
Distribusi Index Of Fit
Weibull 0,8082
Eksponensial 1,0178
Normal 0,5150
Lognormal 1,0454

No Komponen Cyclone Feed Pump Total Downtime Kerusakan (Jam)
1 Impeller 34.38
2 Suction Liner 18.38
3 Discharge Pipe 34.09
4 Barel Bearing Oil 2
5 Casing 29.10
6 Gear Box 39.04
7 Shaft Sleeve 3.33
8 Suction Pipe 5
9 Gland Packing 8.42
10 Rubber Thicness 4
11 Ball Valve 3
JUMLAH 181.14

Tabel 5. Data Downtime prosentase pada Cyclone Feed Pump 2.0.1
No Komponen Cyclone Feed Pump Total Downtime Kerusakan (Jam) Prosentasi Downtime (%)
1 Impeller 34.38 19.02
2 Suction Liner 18.38 10.17
3 Discharge Pipe 34.09 18.86
4 Barel Bearing Oil 2 1.10
5 Casing 29.10 16.10
6 Gear Box 39.04 21.60
7 Shaft Sleeve 3.33 1.85
8 Suction Pipe 5 2.77
9 Gland Packing 8.42 4.66
10 Rubber Thicness 4 2.21
11 Ball Valve 3 1.66
JUMLAH 181.14 100

Tabel 6. Tabel Distribusi Komponen kritis
Komponen Distribusi Mean Team To Repair (jam)
Impeller Weibull 8.0613
Discharge Pipe Weibull 3.4997
Casing Weibull 6.1515
Gear Box Weibull 6.5361

Tabel 7. Tingkat Reliability pada Cyclone Feed Pump 2.0.1
No Nama Komponen Mean Time To Failure (Jam) Mean TimeTo Repair (Jam)
1 Impeller 10429 8.0618
2 Discharge Pipe 664.8 3.4997
3 Casing 23115 6.1515
4 Gear Box 1142.7 6.5361

IMPLEMENTASI METODE QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT (QFD) GUNA MENINGKATKAN KUALITAS KAIN BATIK TULIS

Jono
Jurusan Teknik Industri, Universitas Widya Mataram Yogyakarta Jl. Ndalem Mangkubumen Kp. III/237 Yogyakarta email : jonojo92@yahoo.co.id
ABSTRAK
Pemilihan dan pengoptimalan suatu metode yang lebih baik untuk meningkatkan mutu suatu produk atau jasa yang dihasilkan sangat diperlukan oleh perusahaan dewasa ini. Dalam permasalahan ini yang penting untuk diperhatikan oleh suatu perusahaan adalah kesesuaian suatu produk atau jasa yang dihasilkan dengan keinginan dan kepuasan konsumen sehingga dapat berkelanjutan menjadi pelanggan. Salah satu metode untuk mengetahui kebutuhan dan keinginan pelangan adalah Quality Function Deployment. Metode ini digunakan oleh industri batik di Nambangan Lor Kotamadya Madiun untuk menentukan technical response yang harus dilakukan. Kata kunci: QFD, voice of customer, house of quality, technical response
Pendahuluan
Krisis ekonomi yang sedang melanda negara-negara berkembang termasuk di Indonesia memberikan dampak sangat luas bagi kehidupan masyarakat serta telah merontokkan banyak industri besar. Bukan hanya industri besar yang terkena dampak krisis ekonomi ini akan tetapi industri kecil dan menengah juga terkena imbas dari krisis ekonomi ini. Maka diperlukan penanganan yang optimal terutama berkaitan dengan kualitas produk yang dihasilkan sehingga perusahaan tidak kalah bersaing.
Penelitian ini mengambil obyek di sentra industri batik yang berlokasi di Desa Nambangan Lor Kotamadya Madiun, yang merupakan kumpulan dari home industries yang bergerak pada pembuatan kain batik, baik itu batik tulis maupun batik cetak. Sampai saat ini sentra industri batik ini belum mempunyai standart kualitas produk sehingga banyak terjadi complaint dari agen atau pengecer terhadap hasil produk yang berhubungan dengan kualitas, dimana banyak produk pada setiap kodi yang telah dikirim kepada distributor, agen atau pengecer dikembalikan atau tidak diterima karena kualitasnya kurang bagus, terutama produk batik tulisnya. Rata-rata permintaan produk batik di Desa Nambangan Lor Madiun adalah 600 kodi ( 1 kodi = 20 Unit ) atau sama dengan 12.000 Unit batik tiap bulan, sebagian besar permintaan produk batik ini adalah berupa kain batik tulis. Padahal kapasitas produksi sentra industri batik ini rata-rata 900 kodi atau sama dengan 18.000 Unit/Bulan. Sehingga disinyalir hanya sekitar 67% produk batik di desa Nambangan Lor Gresik yang mampu menembus pasar, padahal kapasitas produksinya adalah 18.000 Unit/Bulan. Belum lagi dengan produk yang cacat atau tidak diterima/dikembalikan oleh agen, distributor atau bahkan usernya sendiri.
Penelitian ini ingin memperbaiki dan meningkatkan kualitas produk terutama pada produk utamanya yaitu kain batik tulis, sehingga produk yang dibuat lebih
33

mempunyai bargaining power di pasar serta mampu memenuhi harapan yang diinginkan konsumen produk kain batik tulis.
Tinjauan Pustaka
Cohen (1995) mendefinisikan Quality Function Deployment adalah metode terstruktur yang digunakan dalam proses perencanaan dan pengembangan produk untuk menetapkan spesifikasi kebutuhan dan keinginan konsumen, serta mengevaluasi secara sistematis kapabilitas suatu produk atau jasa dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen. Tujuan dari Quality Function Deployment tidak hanya memenuhi sebanyak mungkin harapan pelanggan, tapi juga berusaha melampaui harapan-harapan pelanggan sebagai cara untuk berkompetensi dengan saingannya, sehingga diharapkan konsumen tidak menolak dan tidak komplein, tapi malah menginginkannya.
Implementasi QFD terdiri dari tiga tahap, dimana seluruh kegiatan yang dilakukan pada masing-masing tahapan dapat diterapkan seperti layaknya suatu proyek, dengan terlebih dahulu dilakukan tahap perencanaan dan persiapan, ketiga tahapan tersebut adalah (Lou Cohen, 1995) :
1 Tahap pengumpulan Voice of Customer.
2 Tahap penyusunan rumah kualitas (House of Quality).
3 Tahap analisa dan implementasi.

Pengumpulan Suara Pelanggan (Voice of Customer)
Tahap ini dilakukan survey untuk memperoleh suara pelanggan yang tentu akan memakan waktu dan membutuhkan ketrampilan mendengarkan. Proses QFD membutuhkan data pelanggan yang ditulis sebagai atribut-atribut dari produk atau service. Atribut-atribut atau kebutuhan-kebutuhan ini merupakan keuntungan potensial yang dapat diterima pelanggan dari produk atau servicenya. Tiap atribut mempunyai beberapa data numerik yang berkaitan dengan kepentingan relatif atribut bagi pelanggan dan tingkat performasi kepuasan pelanggan dari produk yang mirip berdasarkan atribut tersebut. Atribut ini biasanya disebut data pelanggan kualitatif dan informasi numerik tiap atribut sebagai data kuantitatif. Prosedur umum dalam perolehan suara pelanggan adalah untuk menentukan atribut-atribut pelanggan (data kualitatif) dan mengukur atribut-atribut (data kuantitatif). Data kualitatif secara umum diperoleh dari pembicaraan dan observasi dengan pelanggan sementara data kuantitatif diperoleh dari survey atau penarikan suara (Polls). Menyusun Rumah Kualitas (House of Quality)
Penerapan metode Quality Function Deployment dalam proses perancangan produk dan jasa diawali dengan pembentukan matriks perencanaan produk atau sering disebut sebagai House of Quality (rumah kualitas) seperti pada gambar 1.

PENILAIAN KUALITAS JASA PELAYANAN LEMBAGA BIMBINGAN BELAJAR PRIMAGAMA BERDASARKAN PREFERENSI KONSUMEN

Much. Djunaidi
Jurusan Teknik Industri, Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. Ahmad Yani Tromol Pos 1, Pabelan, Surakartaemail : joned72@yahoo.com
Ahmad Kholid Alghofari
Jurusan Teknik Industri, Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. Ahmad Yani Tromol Pos 1, Pabelan, Surakartaemail : khalid_all@yahoo.com
Dwi Apriyanti Rahayu
Jurusan Teknik Industri, Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. Ahmad Yani Tromol Pos 1, Pabelan, Surakarta
ABSTRAK
PRIMAGAMA merupakan bimbingan belajar bagi siswa-siswi SMU atau sederajat untuk mencapai kelulusan dan dapat melanjutkan studinya keperguruan tinggi yang dikehendakinya. Banyaknya lembaga pendidikan yang bermunculan saat ini, menjadikan acuan bagi PRIMAGAMA untuk meningkatkan mutu pelayanan agar sesuai dengan harapan konsumen (siswa didik). Untuk Itu perlu dilakukan penilaian terhadap kualitas jasa pelayanan pada LBB tersebut. Penilaian kualitas jasa pelayanan dimaksudkan untuk menentukan atribut kualitas jasa berdasarkan pada tingkat kepentingan konsumen terhadap atribut kualitas jasa tersebut dan tingkat kepuasan konsumen terhadap kualitas atribut jasa pelayanan tersebut. Metode Servperf dapat digunakan untuk memilah nilai kualitas jasa pelayanan sehingga dapat digunakan untuk menentukan pioritas penanganannya.
Keywords: kualitas, konsumen, pelayanan, SERVPERF.
Pendahuluan
Peningkatan kualitas merupakan salah satu strategi bisnis yang ditekankan pada pemenuhan keinginan konsumen. Di sisi lain, kinerja perusahaan dan kepuasan konsuen merupakan satu kesatuan yang sulit untk dipisahkan. Kinerja berpengaruh langsung terhadap kepuasan konsumen. Oleh karena itu, suatu unit bisnis diharapkan dapat meningkatkan kinerjanya, dimulai dengan mengetahui sejauh mana tingkat kepuasan yang diperoleh konsumen.
Lembaga Bimbingan Belajar (LBB) Primagama merupakan salah satu institusi bisnis yang terus melakukan perbaikan kinerja dengan meningkatkan kualitas layanan pendidikan yang ada. Dalam hal ini, penelitian ini akan membahas upaya untuk
25

mengetahui tingkat keinginan konsumen (dalam hal ini adalah siswa didik) dalam rangka untuk peningkatan mutu pelayanan serta kinerja LBB tersebut khususnya untuk LBB Primagama cabang Solo.
Tinjauan Pustaka Pengertian Jasa
Jasa adalah setiap tindakan atau perbuatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak yang lain, yang pada dasarnya bersifat intangible (tidak berwujud fisik) dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu. (Kotler, 1997: 83). Pengertian jasa dapat diperjelas dengan mengetahui karakteristik utama yang membedakannya dengan barang, yaitu:
1 Intangibility (tidak berwujud), berbeda dengan barang yang merupakan obyek, alat atau benda sedangkan jasa adalah perbuatan, kinerja atau usaha.
2 Inseparability (tidak dapat dipisahkan), pada umumnya jasa diproduksi dan dikonsumsi bersamaan.
3 Variability (berubah-ubah), bersifat variabel artinya banyak variasi bentuk, kualitas dan jenisnya tergantung pada siapa, kapan dan dimana jasa tersebut dihasilkan.
4 Perishability (daya tahan), tidak dapat disimpan, hal ini tidak menjadi masalah jika permintaannya tetap karena untuk menyiapkan pelayanan permintaan tersebut mudah tapi apabila berfluktuasi, berbagai masalah muncul (Kotler, 1997: 84).

Pengertian dan Konsep Dasar Kualitas
Beberapa ahli memberikan definisi yang berbeda tentang kualitas. Dalam Yamit (2001: 7), Goetsch Davis mendefinisikan kualitas sebagai suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Deming mendefinisikan kualitas adalah apapun yang menjadi kebutuhan dan keinginan konsumen. Sedangkan Juran menyatakan kualitas sebagai kesesuaian terhadap spesifikasi.
Konsep dasar kualitas dari suatu pelayanan (jasa) ataupun kualitas dari suatu produk dapat didefinisikan sebagai pemenuhan yang dapat melebihi dari keinginan ataupun harapan dari pelanggan (konsumen). Zeithami, Berry dan Parasuraman (Yamit, 2001:10) telah melakukan berbagai penelitian terhadap beberapa jenis jasa, dan berhasil mengidentifikasi lima dimensi karakteristik yang digunakan oleh para pelanggan dalam mengevaluasi kualitas pelayanan. Kelima dimensi karakteristik kualitas pelayanan tersebut adalah:
1 Tangibles (bukti langsung), yaitu meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai, dan sarana komunikasi.
2 Reliability (kehandalan), yaitu kemampuan dalam memberikan pelayanan dengan segera dan memuaskan serta sesuai dengan yang telah dijanjikan.
3 Responsiveness (daya tangkap), yaitu keinginan para staf untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap.
4 Assurance (jaminan), yaitu mencakup kemampuan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, resiko ataupun keragu-raguan.
5 Empaty, yaitu meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, dan perhatian dengan tulus terhadap kebutuhan pelanggan.

Pengertian Kepuasan Pelanggan
Ada dalam beberapa pengertian mengenai kepuasan pelanggan yang dikemukakan oleh beberapa pakar, diantaranya yaitu:
1 Kotler (1994: 46) menandakan bahwa kepuasan pelanggan merupakan tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang ia rasakan dibanding dengan harapannya.
2 Yamit (2001: 78) mengartikan bahwa kepuasan pelanggan adalah hasil (outcome) yang dirasakan atas penggunaan produk dan jasa, sama atau melebihi harapan yang diinginkan.

Langkah untuk mengetahui tingkat kepuasan konsumen merupakan faktor penting yang harus diperhatikan untuk menjawab voice of customer (suara konsumen), sehingga didapatkan kemampuan untuk menjawab keinginan konsumen tersebut. Adapun berbagai metode yang dapat digunakan untuk mengukur kepuasan pelanggan, metode tersebut antara lain (Yamit, 2001: 80):
1 Sistem Pengaduan. Sistem ini memberikan kesempatan kepada pelanggan untuk memberikan saran, keluhan, dan bentuk ketidakpuasan lainnya dengan cara menyediakan kotak saran.
2 Survey Pelanggan atau Konsumen. Survey pelanggan atau konsumen merupakan cara yang umum digunakan dalam mengukur kepuasan pelanggan, misalnya, melalui surat pos, telepon, atau wawancara secara langsung.
3 Panel Pelanggan atau Konsumen. Perusahaan mengundang pelanggan atau konsumen yang setia terhadap produk dan mengundang pelanggan yang telah berhenti membeli atau telah pindah menjadi pelanggan perushaan lain.

Model SERVPERF
SERVPERF menentukan kualitas layanan dengan hanya melakukan pengukuran pada kinerja pelayanan. Dalam konsep ini, kinerja merupakan representasi paling baik dari persepsi pelanggan terhadap kualitas pelayanan yang diterima, dan dinyatakan pula bahwa harapan (expectation) bukan merupakan bagian dari konsep SERVPERF tersebut.
Metodologi Penelitian Obyek Penelitian
Obyek penelitian dalam penulisan laporan Tugas Akhir ini mengambil obyek di LBB Primagama cabang Solo yang beralamatkan di jalan Adi Sucipto no. 27 Surakarta. Responden dalam penelitian ini sebagai konsumen adalah siswa LBB Primagama yang duduk di kelas 3 SMU. Teknik Pengolahan dan Analisa Data
Tahap-tahap yang digunakan dalam analisis data antara lain:
1 Identifikasi atribut awal -Identifikasi persepsi pelanggan pada tiap atribut. -Identifikasi tingkat kepentingan tiap atribut.
2 Menentukan keunggulan dan kelemahan layanan dengan analisis kwadran. -Menghitung jumlah kuesioner yang masuk -Menguji keandalan, kesahihan butir dan kesesuaian responden.

-Menentukan skor rata-rata tingkat kepuasan dan kepentingan.
-Menjabarkan unsur tersebut ke dalam empat bagian diagram kartesius sesuai konsep ServPerf. Berdasarkan diagram tersebut, bagian A menunjukkan faktor yang perlu diperhatikan.
Pengolahan Data Pengumpulan Data
Penelitian ini dilakukan dengan responden adalah siswa tingkat SMU dan sederajat pada lembaga pendidikan PRIMAGAMA Manahan Solo. Dengan mengunakan kuesioner terbuka, diperoleh atribut keinginan konsumen, beserta angka kepentingan dan angka kepuasannya, berdasarkan masing-masing karakteristik jasa, seperti pada tabel 1 sampai dengan tabel 5.
Pengolahan Data Metode SERVPERF
Berdasarkan perhitungan skor rata-rata tingkat pelaksanaan/kepuasan dan tingkat kepentingan untuk masing-masing dimensi diperoleh hasil pada tabel 6.
Dengan membandingkan angka kepentingan dan angka kepuasan masing-masing atribut, dengan rata-rata angka kepentingan dan angka kepuasan berdasar karakteristik, akan diperoleh kualifikasi kualitas layanan dalam 4 kuadran seperti pada tabel 7. Keempat kuadran tersebut mengandung pengertian sebagai berikut : -Kuadran A, menunjukkan daftar keinginan konsumen yang memiliki tingkat
kepentingan yang tinggi, namun masih menunjukkan kinerja (kepuasan) yang rendah. -Kuadran B, menunjukkan daftar keinginan konsumen yang memiliki tingkat kepentingan yang tinggi dan sudah menunjukkan kinerja (kepuasan) yang tinggi.
-Kuadran C, menunjukkan daftar keinginan konsumen yang memiliki tingkat kepentingan yang rendah, serta masih menunjukkan kinerja (kepuasan) yang rendah.
-Kuadran D, menunjukkan daftar keinginan konsumen yang memiliki tingkat kepentingan yang rendah, namun telah menunjukkan kinerja (kepuasan) yang tinggi.
Analisis
Berdasarkan hasil perhitungan dalam metode Servperf, atribut keinginan konsumen yang termasuk kedalam kuadran A (prioritas utama) adalah : -Ketersediaan tempat ibadah (mushola). -Kelengkapan sarana belajar mengajar (white board, OHP, spidol). -Ketersediaan tempat parkir yang aman. -Kedisiplinan waktu penyampaian materi yang sesuai dengan jadwal. -Staf memberikan pelayanan sebaiknya sesuai dengan kondisi dan kemampuan dari
pelanggan. -Petugas memberikan informasi yang jelas kepada anak didik. -Kemampuan mentor dalam menyampaikan materi dengan baik. -Penyampaian materi pelajaran dengan mantap. -Selalu tanggap dengan apa yang diinginkan pelanggan.

ANALISIS PENINGKATAN MUTU PELAYANAN SMU ISLAM YMI DENGAN METODE QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT (QFD)

Hafidh Munawir
Jurusan Teknik Industri, Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. Ahmad Yani Tromol Pos 1 Pabelan Surakarta email : hafidh2001@yahoo.com
Sari Murni
Jurusan Teknik Industri, Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. Ahmad Yani Tromol Pos 1 Pabelan Surakarta email : sarimurtopo@yahoo.com
Yosie Ika Putri Rahmawanti
Jurusan Teknik Industri, Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. Ahmad Yani Tromol Pos 1 Pabelan Surakarta
ABSTRAK
Arti penting dari pendidikan telah disadari oleh kalangan masyarakat dari berbagai lapisan, oleh karena itu mutu pelayanan dan kualitas sekolah merupakan masalah yang harus diperhatikan. SMU Islam YMI harus menciptakan, mengembangkan dan meningkatkan kualitas pelayanannya, dalam bentuk atribut atau karakteristik yang sesuai dengan keinginan atau kebutuhan siswa. Sehingga mampu bersaing dengan SMU-SMU lain. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui mutu pelayanan dan prioritas upaya peningkatan kinerja di SMU Islam YMI sesuai dengan keinginan siswa berdasarkan metode Quality Function Deployment (QFD). Dalam penelitian ini disusun atribut-atribut yang menjadi prioritas untuk diperhatikan dan dikembangkan, dan juga evaluasi pembanding dari mutu pelayanan SMU Islam YMI dengan SMUN 1 Kedungwuni. Kata Kunci: SMU Islam YMI, Pelayanan, Pendidikan.
Pendahuluan
Dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional, melalui upaya peningkatan mutu, setiap kabupaten dan kota wajib melaksanakan Standar Pelayanan Minimal Penyelenggaraan Persekolahan bidang Pendidikan dasar dan menengah. Daerah kabupaten dan kota dapat mengembangkan dan atau menambah sistematika dan substansi Standar Pelayanan Minimal, sesuai dengan potensi, tuntutan, dan perkembangan daerah yang bersangkutan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan dasar dan menengah (Keputusan Menteri Pendidikan Nasional RI No: 047/ U/2002).
Total Quality Management (TQM) merupakan paradigma filosofi yang menjadi perhatian bagi dunia industri dan akademik dalam beberapa tahun terakhir ini. Quality Function Deployment (QFD) atau penyebaran fungsi mutu merupakan alat yang digunakan untuk mendukung penerapan TQM dan program perbaikan mutu (Wahyu;1999:87-88).
Secara langsung peningkatan kinerja suatu lembaga pendidikan akan berpengaruh terhadap peningkatan kepuasan konsumen (siswa didik) ataupun sebaliknya. Sehingga berdasarkan latar belakang diatas, pada penelitian ini akan dibahas upaya untuk mengetahui sejauhmana tingkat keinginan siswa didik guna meningkatkan kinerja dari lembaga pendidikan yang bersangkutan untuk meningkatkan mutu pelayanannya.
Landasan Teori Pengertian Lembaga Pendidikan
Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan. Jalur pendidikan terdiri dari pendidikan formal, nonformal dan informal, yang dapat saling melengkapi dan memperkaya wawasan serta ilmu. Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai dan kemampuan yang dikembangkan jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan atas dan pendidikan tinggi (Kurnianingrum, 2004). Quality Function Deployment (QFD)
Sama halnya dengan penerapan QFD pada industri manufaktur dan industri jasa, penerapan QFD untuk sektor pendidikan juga dinilai dengan mendefinisikan pelanggan bisnis jasa pendidikan tersebut beserta kebutuhan dan harapannya terhadap jasa pendidikan yang akan mereka terima (Wahyu;1999:96).
Quality Function Deployment adalah suatu proses atau mekanisme terstruktur untuk menentukan kebutuhan pelanggan dan menerjemahkan kebutuhan–kebutuhan itu ke dalam kebutuhan teknis yang relevan, dimana masing-masing area fungsional dan level organisasi dapat mengerti dan bertindak. (Gasperz, 1996:42)
Bagan atau Matrik dari Quality Function Deployment (QFD) dapat dilihat pada gambar 1. Tahapan QFD meliputi: -Fase I adalah mengumpulkan suara pelanggan (voice of customer), yaitu penentuan kebutuhan atribut yang diperoleh melalui kuesioner. -Fase II adalah menyusun rumah kualitas (house of quality), yang terdiri atas
penentuan derajat kepentingan, evaluasi kinerja atribut terhadap pesaing, nilai
target, rasio perbaikan, sales point, bobot, normalisasi bobot, parameter teknik,
hubungan antara parameter teknik dengan kebutuhan konsumen, hubungan antar
parameter teknik, nilai matriks interaksi dengan parameter teknik, prioritas dari
setiap parameter teknik. -Fase III adalah analisa dari tahap-tahap di atas.

E. Technical Correlation (Korelasi teknik,Hubung dan ketergant antar respon teknik )
Gambar 1. House of Quality (HOQ)
Validitas Butir
Kesahihan (validitas) adalah tingkat kemampuan untuk mengungkapkan sesuatu yang menjadi sasaran pokok pengukuran yang dilakukan dengan instrumen tersebut. Dalam penelitian ini, perhitungannya menggunakan software SPSS versi 11.00. Apabila data diolah dengan menggunakan SPSS maka data dikatakan valid jika pada tabel total terdapat simbol bintang (*). Reliabilitas (Keandalan) Butir
Reliabilitas adalah uji keandalan data instrumen atau data angket, apakah butir-butir angket dapat diandalkan dalam sebuah penelitian (Arikunto, 1998: 170). Dalam uji reliabilitas menggunakan software SPSS nilai kuesioner dianggap reliabel apabila nilai dari R hitung (Alpha if Item Deleted) adalah lebih dari nilai R tabel.
Metodologi Penelitian Obyek penelitian
Sebagai obyek dalam pelaksanaan penelitian ini adalah di SMU ISLAM YMI yang terletak di Jl. Raya Wonopringgo Pekalongan dan sebagai pembanding adalah SMU N 1 KEDUNGWUNI yang terletak di Jl. Paesan utara Kedungwuni di Pekalongan. Menentukan Sampel
Jumlah responden lebih dari 100 responden dapat diambil antara 10 – 15%, atau 20 – 25% atau lebih, dilihat dari kemampuan peneliti dilihat dari waktu, tenaga dan dana (Arikunto;1998;120). Jumlah responden dari SMU Islam YMI Wonopringgo yang diambil 30% dari masing-masing kelas baik IPA maupun IPS. Responden dari SMU N 1 Kedungwuni yang diambil 10% dari masing-masing kelas baik IPA maupun IPS. Perbedaan jumlah persentase pengambilan sampel pada kedua objek penelitian, karena mengingat jumlah siswa SMU N 1 Kedungwuni yang banyak, sehingga bila persentasenya sama maka data menjadi terlalu banyak sehingga peneliti akan mengalami kesulitan dalam mengolah data.

EVALUASI KUALITAS KINERJA PROSES BELAJAR MENGAJAR DENGAN METODE FOCUSED QUALITY

Much. Djunaidi
Jurusan Teknik Industri Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. Ahmad Yani Tromol Pos 1 Pabelan Surakarta email: joned72@yahoo.com
Hafidh Munawir
Jurusan Teknik Industri Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. Ahmad Yani Tromol Pos 1 Pabelan Surakarta email: hafidh2001@yahoo.com
Yogi Umi Utami
Jurusan Teknik Industri Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. Ahmad Yani Tromol Pos 1 Pabelan Surakarta
ABSTRAK
Seiring dengan banyaknya Perguruan Tinggi di Indonesia, maka suatu lembaga pendidikan dalam hal ini Jurusan Teknik Industri FT-UMS harus dapat meningkatkan kualitas atau kualitas akademik sesuai dengan perkembangan dan kemajuan ilmu saat sekarang. Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi dan menentukan prioritas proses belajar mengajar yang harus ditingkatkan, mengetahui keinginan mahasiswa terhadap proses belajar mengajar, serta untuk memberi informasi dan masukan bagi pihak Jurusan Teknik Industri FT-UMS untuk perbaikan kualitas proses belajar mengajar. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Focused Quality yang merupakan suatu alternatif metode yang dapat digunakan untuk merespon atau mengetahui keinginan konsumen. Kata kunci: Proses Belajar Mengajar, Focused Quality
Pendahuluan
Berkaitan dengan semakin berkembangnya dunia pendidikan, realitas kebijakan pemerintah maupun Lembaga Pendidikan Perguruan Tinggi seperti sekarang ini banyak membawa perubahan yang memaksa untuk bersaing secara ketat antar perguruan tinggi. Perguruan tinggi tersebut harus mampu mengatasi dan mengantisipasi datangnya pesaing dari perguruan tinggi lain, menutup kelemahan-kelemahan yang ada, serta semaksimal mungkin memanfaatkan peluang-peluang dengan kekuatan yang dimiliki [Kurnianingrum, 2004].
Seiring dengan banyaknya Perguruan Tinggi di Indonesia, maka suatu lembaga pendidikan harus dapat meningkatkan kualitas atau kualitas akademik sesuai dengan perkembangan dan kemajuan ilmu saat sekarang. Secara umum program proses belajar mengajar di Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakart (FT-UMS) pada saat ini sudah mengalami banyak perubahan bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.
Focused Quality merupakan suatu alternatif metode yang dapat digunakan untuk merespon atau mengetahui keinginan konsumen, dalam hal ini adalah keinginan mahasiswa terhadap program proses belajar mengajar di Teknik Industri FT-UMS, sehingga akan diketahui keinginan dan tingkat kepentingan konsumen (mahasiswa) terhadap atribut program proses belajar mengajar di institusi tersebut.
Tinjauan Pustaka
Kualitas memiliki banyak definisi yang berbeda dan bervariasi dari yang konvensional sampai yang strategis. Kualitas adalah segala sesuatu yang mampu memenuhi kebutuhan pelanggan (Gazpersz,1997), sebagai faktor yang terdapat dalam suatu barang atau hasil yang menyebabkan barang tersebut sesuai dengan tujuan keberadaan barang itu (Assauri,1993). Menurut Tampubolon (2001), pengertian kualitas adalah paduan sifat-sifat produk yang menunjukkan kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan pelanggan langsung atau tak langsung, baik kebutuhan yang dinyatakan maupun yang tersirat, masa kini dan masa depan.
Beberapa dimensi atau atribut yang diperhatikan dalam perbaikan kualitas jasa antara lain:
a. Ketepatan waktu pelayanan
b. Akurasi pelayanan
c. Kesopanan dan kehormatan dalam memberikan pelayanan
d. Tanggung jawab
e. Kelengkapan
f. Kemudahan pelayanan
g. Variasi model pelayanan

Jasa adalah setiap tindakan atau perbuatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya bersifat intangible (tidak berwujud fisik) dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu (Kotler, 1997). Meskipun terjadi beberapa perbedaan pengertian jasa, namun ada beberapa karakteristik jasa yang akan memberikan jawaban yang lebih mantap terhadap pengertian jasa. Karakteristik yang dimaksud antara lain sebagai berikut;
a. Tidak dapat diraba (intangibility). Artinya jasa tidak dapat diraba maupun dilihat, tetapi jasa dapat dirasakan dan dinikmati yang berwujud pelayanan.
b. Tidak dapat dipisahkan (inseparability). Artinya jasa tidak dapat dipisahkan, biasanya dimana jasa itu dihasilkan disitu juga jasa akan dikonsumsi.
c. Bisa berubah-ubah (variability). Artinya jasa bisa berubah-ubah baik nama, bentuk, kualitas dan jenisnya tergantung dari siapa, kapan dan dimana jasa tersebut dihasilkan.
d. Tidak dapat disimpan (pershability). Artinya jasa tidak dapat disimpan dan tidak mempunyai daya tahan, hal ini tidak menjadi masalah jika permintaannya tetap karena untuk menyiapkan pelayanan permintaan tersebut mudah.

Bagian yang paling rumit dari pelayanan jasa adalah kualitasnya, karena sangat dipengaruhi oleh harapan dari konsumen. Harapan konsumen dapat bervariasi antara konsumen satu dengan konsumen yang lainnya. Kualitas jasa layanan mungkin dapat dilihat sebagai suatu kelemahan kalau konsumen mempunyai harapan yang terlalu tinggi walaupun dengan suatu pelayanan yang baik.
Ada beberapa langkah yang harus ditempuh untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan jasa yang ditawarkan. Langkah-langkah yang dimaksud antara lain: (Wahyu, 1999 dalam Sriyanto, 2004)
a. Mengidentifikasi penentu utama kualitas pelayanan, dengan melakukan riset pelanggan dan melakukan penilaian terhadap perusahaan atau lembaga lain dan bersaing berdasarkan factor penentu tersebut.
b. Mengelola harapan pelanggan, dengan mengolah hasil riset untuk menentukan langkah memenuhi harapan pelanggan.
c. Mengelola kualitas jasa, dengan menjaga perilaku atau sikap orang-orang yang memberikan jasa bagi pelanggan.
d. Mengembangkan budaya kualitas, yang meliputi filosofi, keyakinan, sikap, nilai, norma, tradisi, prosedur dan lain-lain yang akan meningkatkan kualitas jasa layanan.

Beberapa dimensi atau atribut dalam perbaikan kualitas jasa adalah sebagai berikut (Gaspersz, 1997):
a. Ketepatan waktu pelayanan,
b. Akurasi pelayanan,
c. Kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan,
d. Tanggung jawab,
e. Kelengkapan,
f. Kemudahan dalam mendapatkan pelayanan,
g. Variasi model pelayanan,
h. Pelayanan pribadi,
i. Kenyamanan dalam memperoleh pelayanan,
j. Atribut pendukung pelayanan lainnya.

Focused Quality adalah kualitas terfokus. Kualitas selalu berhubungan erat dengan pelanggan. Dengan demikian pelayanan diberikan bertujuan untuk memenuhi keinginan dari pelanggan atau konsumen.
Focused Quality merupakan bagian dari Total Quality Management (TQM). Focused Quality ini disusun karena banyak sekali perusahaan yang menggunakan TQM tapi mulai menyimpang dan sering mengalami kegagalan. Sebagian kegagalan TQM dikarenakan mereka tidak memadukan usaha TQM dengan praktek manajemennya untuk mencapai sasaran bisnis yang strategis. Berikut ini adalah alasan pokok kegagalan dari TQM, diantaranya:
1 Upaya yang dilakukan tidak terfokus. Artinya TQM dilaksanakan secara sporadis tanpa memperhatikan yang penting.
2 Eksekutif senior tidak terlibat dalam manajemen mutu.
3 Beberapa organisasi mempunyai visi dan misi tetapi tidak mempunyai disiplin untuk melaksanakannya (Brelin, dkk, 1997).

Untuk mencegah hal tersebut maka lahirlah Focused Quality dengan dasar pemikiran bahwa prakarsa mutu harus diarahkan untuk memperbaiki proses yang mempunyai dampak terbesar pada apa yang harus terjadi kalau suatu organisasi ingin mencapai sasarannya.
Metodologi Penelitian Pengumpulan Data
Hasil pengumpulan data diperoleh dari penelitian yang berupa penelusuran dokumen untuk data jumlah mahasiswa dan isian kuesioner dari angket yang disebarkan kepada responden. Adapun jumlah sampel yang menjadi responden adalah sebanyak 25% dari jumlah total mahasiswa Teknik Industri angkatan 2002 dan 2001. Dari data yang telah dikumpulkan kemudian diolah menggunakan Metode Focused Quality. Pengolahan Dengan Metode Focused Quality Penyusunan Proses Kunci
Proses kunci adalah proses yang menjadi kunci dari kesuksesan proses belajar mengajar di Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik UMS. Kriteria yang menjadi kunci kesuksesan proses belajar mengajar adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan adanya proses belajar mengajar. Kesebelas faktor yang menjadi proses kunci adalah sebagai berikut:
1 Pembaharuan Materi Kuliah Berdasarkan Informasi Yang Didapat Dari Dunia Kerja Dan Literatur.
2 Pembaharuan Kurikulum Secara Periodik Sesuai Dengan Perkembangan Ilmu Dan Teknologi Yang Dibutuhkan Dunia Usaha.
3 Sistem Penjadwalan Praktikum dan Penjadwalan Mata Kuliah
4 Sarana dan Fasilitas Laboratorium, Ruang Perkuliahan (Ruang Kelas) serta Sarana dan Fasilitas Perpustakaan Jurusan.
5 Cara atau Metode Dosen Dalam Menyajikan Materi Kuliah
6 Pelayanan Dosen dalam Berkonsultasi
7 Kesesuaian Materi Kuliah Yang Diajarkan Dosen Secara Kulikulum dan Etika Akademik.
8 Peranan Asisten Laboratorium dan Asisten Tugas Besar Mata Kuliah
9 Sikap Keterbukaan dan Keakraban oleh Pimpinan Jurusan Terhadap Semua Dosen, Pegawai Administrasi dan Mahasiswa.
10 Pengelolaan Kebersihan, Kerapian, Keindahan, Keharmonisan, Maupun Cara Berpakaian Khususnya Pimpinan Jurusan, Dosen dan Karyawan.
11 Pemberian Respon dan Perhatian Yang Cepat dan Tepat Terhadap Kesulitan Yang Dihadapi Mahasiswa.

Penyusunan Faktor Sukses Kritis
Faktor Sukses Kritis (Critical Succes Factors) adalah factor-faktor yang mempengaruhi kesuksesan proses belajar mengajar di Jurusan Teknik Industri. Kesembilan faktor yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1 Relevansi
2 Efisiensi
3 Efektivitas
4 Akuntabilitas (Kebertanggungjawaban)
5 Kreativitas
6 Situasi M – M
7 Ketanggapan (Responsiveness)
8 Produktivitas
9 Kemampuan Akademik

STRATEGI PEMBELAJARAN DENGAN FOCUSED BASED EDUCATION

Suranto
Jurusan Teknik Industri Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Tromol Pos 1, Pabelan, Surakarta
ABSTRAK
Tujuan penulisan ini untuk memberikan masukan bagi penyelenggara program studi keteknikan atau program vokasi dan okupasi agar keluaran yang di hasilkan cepat memperoleh pekerjaan sesuai bidangnya. Pendekatan yang diusulkan adalah strategi pembelajaran yang terfokus, mendasar dan mendalam. Manfaat yang ingin di capai adalah keluaran yang dihasilkan siap pakai, siap kerja dan siap latih, artinya setiap lulusan yang di hasilkan lembaga pendidikan dapat terserap dan mampu diterima di pasar kerja, serta mampu mengaktualisasikan dirinya sendiri menjadi kreator dan inovator. Pendidikan siap pakai tersebut harus di bekali materi enterpreneur dan penggalian potensi diri dengan perpaduan pendidikan vokasi yang di dasari kurikulum berbasis life skill.
Link and match yang didengungkan selama ini tidak optimal, maka istilah ini diganti dengan we serve the real world. Hal ini berdasarkan analisis bahwa pendidikan vokasi yang siap kerja ke depan mempunyai ciri penguasaan terhadap teknologi, mampu mengedepankan life skiil, berkreasi, berinovasi, menghasilkan produk nyata, keluaran yang siap kerja, mampu berwira usaha, dominasi praktek, bekerja sama dengan dunia industri, untuk meraih cita-cita tersebut dibutuhkan asesmen strategi pembelajaran yang tepat. Kata kunci : asesmen, strategi, pembelajaran, pendidikan vokasi
Pendahuluan
Pengangguran semakin meningkat, kemiskinan bertambah banyak akibat cepatnya arus reformasi maupun globalisasi digulirkan. Di lain pihak asesmen strategi pembelajaran yang tepat belum dilaksanakan. Reformasi pendidikan di kampus perlu di laksanakan, agar keluaran yang dihasilkan siap pakai, siap kerja dan siap latih, artinya setiap lulusan yang di hasilkan lembaga pendidikan dapat terserap dan mampu diterima di pasar kerja. Menurunnya minat belajar, banyaknya penganguran, tambahnya kemiskinan, menurun produktivitas, menurunnya skor HDI [Human Development Indeks] bangsa Indonesia di mata dunia, merupakan akibat pendidikan di Indonesia belum survive.
Mutu sumber daya manusia (SDM) merupakan tantangan riil yang di hadapi bangsa saat ini. Sebuah tantangan yang sangat berat, tidak mengenal batas waktu dan tidak mengenal asal usul negara. Hanya bangsa yang memiliki SDM yang unggul dan cerdas yang akan memenangkan kompetisi global dan akan tetap survive di masa mendatang. Karena itu, paradigma baru sistem pendidikan bermutu yang mengacu pada sistem broad based education yang berorientasi pada peningkatan life skill masyarakat dengan mengakomodasi kebutuhan masyarakat yang dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan tinggi, diubah menjadi sistem focused based education (Suranto, 2005) yang berorientasi pada peningkatan life skill dari potensi diri dengan mengakomodasi kebutuhan dunia usaha dunia industri dan kewirausahaan, sudah menjadi suatu kebutuhan yang dirasakan dan perlu menjadi skala prioritas untuk mengurangi pengangguran intelektual.
Perlu di cermati pada kondisi saat ini, bahwa terjadi perubahan pola pikir masyarakat, kemana dan dimana anaknya harus disekolahkan. Jika menyekolahkan di Perguruan Tinggi S1 mereka banyak yang menganggur, jika menyekolahkan di Program D1-D3, ternyata lulusannya tidak mampu terserap semua di pasar kerja. Masyarakat menjadi bimbang, gambling dalam menyekolahkan anaknya. Heterogenitas tingkat pendidikan masyarakat, keterpurukan perekonomian masyarakat, kurang meratanya tingkat pendidikan, rendahnya mutu lulusan dan banyaknya pengangguran intelektual, serta pembelajaran yang tidak tepat merupakan tantangan pendidikan yang berakibat pada pola pikir masyarakat.
Dari komparasi internasional, mutu pendidikan di Indonesia juga kurang menggembirakan. Human Development Index (HDI) Indonesia menduduki peringkat 102 dari 106 negara yang di survei satu tingkat di bawah Vietnam. Survei the Political Risk Consultation melaporkan bahwa Indonesia berada pada peringkat 12 dari 12 negara yang di survei dan di bawah Vietnam. Artinya mutu pendidikan Indonesia belum mampu memecahkan masalah bangsa. Link and Match di rasa belum terealisasi secara optimal. Tulisan ini memberikan usulan, masukan, wacana pemikiran diskusi tentang asesmen strategi pembelajaran agar keluaran yang di hasilkan agar siap kerja. Hal ini didasari karena permasalahan ketenagakerjaan telah memprihatinkan, jumlah penganggur dan pendapatan rakyat miskin relatif rendah dan tidak merata. Pengangguran di Indonesia 70%, di dominasi oleh kaum muda. Perlu menjadi pemikiran semua pihak, bahwa pengangguran di Indonesia sangat besar. Hal ini bisa di tunjukkan dalam tabel 1 sampai tabel 4.
Berdasarkan data, maka strategi pendidikan di Indonesia juga harus di evaluasi karena ikut andil dalam menyiapkan kualitas SDM dan keluaran yang dihasilkan.
Tabel 1. Pengangguran menurut umur di Indonesia
Golongan Umur Laki-Laki (ribuan) Perempuan (ribuan) Jumlah (ribuan)
15 - 24 2,712 2,071 4,783
25 - 34 3,171 3,350 6,521
35 - 44 3,047 3,542 6,589
45 - 54 2,631 2,577 5,208
55 + 3,251 2,115 5,367
Jumlah 14,812 13,655 28,467

Sumber : Sakernas, DPR 2003 (Usman, 2004)
Suranto – Strategi Pembelajaran Dengan Focused Based ... Tabel 2. Penganggur terbuka menurut kategori pengangguran
Kategori Pengangguran Laki-Laki (ribuan) Perempuan (ribuan) Jumlah (ribuan)
1. Mencari Pekerjaan 3,171 2,452 5,623
2. Mempersiapkan Usaha 49 65 114
3. Merasa Tidak Mungkin Mendapat Pekerjaan 1,417 1,665 3,082
4. Sudah Bekerja tapi Belum Mulai Bekerja 291 421 712
Jumlah 4,928 4,603 9,531

Sumber : Sakernas, DPR 2003 (Usman, 2004)
Tabel 3. Pengangguran di Indonesia secara makro menurut pendidikan
Pendidikan Laki-Laki (ribuan) Perempuan (ribuan) Jumlah (ribuan)
< SD 9,847 10,240 20,087
SMTP 2,809 1,951 4,761
SMTA 1,687 1,016 2,703
Diploma/Akademi 197 217 413
Universitas 272 232 504
Jumlah 14,812 13,655 28,467

Sumber : Sakernas, DPR 2003 (Usman, 2004)
Tabel 4. Total penganguran di Indonesia
No Tahun Penduduk Penganggur
1 1999 179 juta jiwa 5,37 juta
2 2005 223 juta jiwa 11,15 juta
3 2020 254 juta jiwa 20,3 juta

Sumber : Sakernas, DPR 2003 (Usman, 2004)

SIMULASI GROUP TECHNOLOGY SYSTEM UNTUK MEMINIMALKAN BIAYA MATERIAL HANDLINGDENGAN METODE HEURISTIC

Much. Djunaidi
Jurusan Teknik Industri Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A Yani Tromol Pos 1, Pabelan, Surakartaemail: joned72@yahoo.com
Munajat Tri Nugroho
Jurusan Teknik Industri Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A Yani Tromol Pos 1, Pabelan, Surakartaemail: munajat3n@yahoo.com
Johan Anton
Jurusan Teknik Industri Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A Yani Tromol Pos 1, Pabelan, Surakarta
ABSTRAK
Group Technology System merupakan metode pengaturan fasilitas produksi (machine groups) yang dibutuhkan untuk memproses suatu part family tertentu ke dalam sel-sel manufaktur. Pengaturan tata letak di CV. Sonytex yang berdasarkan process layout mengakibatkan perusahaan menghadapi permasalahan berupa tingginya kebutuhan material handling. Salah satu kriteria kinerja dalam pembentukan sel manufaktur pada GTS adalah meminimasi total jarak material handling, sehingga dapat mengurangi biaya material handling dan meningkatkan produktivitas. Dalam penelitian ini digunakan tiga metode, yaitu Bond Energy Algorithm (BEA), Rank Order Clustering (ROC) dan Rank Order Clustering 2 (ROC2). Hasil dari penelitian ini adalah dengan menerapkan group technology systems diperoleh total pengurangan jarak material handling sebesar 70 m dan penghematan biaya material handling sebesar Rp 1.534.978,-. Berdasarkan model simulasi, relayout dengan metode BEA meningkatkan jumlah produksi sebesar 1 unit produk/hari dan penurunan waktu tunggu sebesar 0,575 menit. Keywords: group technology systems, simulasi, layout, material handling.
Pendahuluan
Pengaturan tata letak (layout) fasilitas produksi sering dijumpai dalam dunia industri. Pemilihan dan penempatan alternatif layout merupakan langkah penting dalam proses perencanaan fasilitas produksi. Salah satu cara untuk mengevaluasi kondisi tata letak fasilitas pabrik dilakukan dengan pendekatan group technology, sehingga didapatkan tingkat efisiensi dan fleksibilitas yang tinggi.
Kondisi layout fasilitas produksi di CV. Sonytex mengalami kendala dalam hal jarak pemindahan bahan baku (material handling) yang kurang efisien. Permasalahan ini sangat berpengaruh dalam lingkungan produksi yang dapat memberikan implikasi besar pada biaya pemindahan bahan baku. Penerapan model simulasi diharapkan dapat membantu manajemen dalam melakukan analisa terhadap rencana-rencana penataan ulang (relayout) fasilitas produksi di masa yang akan datang.
Tinjauan Pustaka Tata Letak Pabrik
Tata letak pabrik dapat didefinisikan sebagai tata cara pengaturan fasilitas-fasilitas pabrik dengan memanfaatkan luas area secara optimal guna menunjang kelancaran proses produksi (Wignjosubroto, 1996: 67). Pengaturan tata letak pabrik yang dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas produksi sehingga kapasitas dan kualitas produksi yang direncanakan dapat dicapai dengan tingkat biaya yang paling ekonomis.
Jenis-jenis tata letak pabrik meliputi :
1 Production Line Product atau Product Layout, berdasarkan pada aliran prduksi, sehingga mesin dan fasilitas produksi diatur berdasarkan prinsip “machine after machine” tanpa memperhatkan jenis mesin yang digunakan.
2 Functional Layout atau Process Layout, dimana pengaturan dan penempatan mesin dan peralatan produksi yang memiliki jenis yang sama dalam satu bagian.
3 Fixed Material Location Product Layout atau Fixed Position Layout, dimana mesin dan operator bergerak menuju ke produk yang direncanakan akan dibuat, khususnya untuk produk yang berat dan tidak mudah dipindahkan.
4 Product Family Layout atau Group Technology Layout, dimana pengelompokan mesin didasarkan pada kemiripan proses yang dilalui setiap produk, atau part family.

Proses material handling adalah satu hal penting dalam perencanaan dalam perencanaan tata letak fasilitas produksi, karena aktivitas ini akan menentukan hubungan antara satu fasilitas produksi dengan fasilitas yang lainnya. Berdasarkan perumusan yang dibuat American Material Handling Society (AMHS), material handling dapat dinyatakan sebagai seni dan ilmu yang meliputi penanganan (handling), pemindahan (moving), pembungkusan (packaging), penyimpanan (storing), sekaligus pengendalian (controlling) dari bahan (Wignjosoebroto, 1996). Biaya Pemindahan Bahan
Tujuan dari analisis pemindahan bahan baku (material handling) adalah mencapai pemindahan bahan yang tertib dan teratur tanpa mengganggu proses produksi dan dengan biaya yang rendah.

PENGEMBANGAN MODEL PERSEDIAAN BAHAN BAKU DENGAN MEMPERTIMBANGKAN WAKTU KADALUWARSA DAN FAKTOR UNIT DISKON

Hari Prasetyo
Jurusan Teknik Industri Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Tromol Pos 1, Pabelan, Surakartaemail: harpras2@yahoo.com
Munajat Tri Nugroho
Jurusan Teknik Industri Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Tromol Pos 1, Pabelan, Surakartaemail: munajat3n@yahoo.com
Asti Pujiarti
Jurusan Teknik Industri Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Tromol Pos 1, Pabelan, Surakarta
ABSTRAK
Persediaan dalam suatu unit usaha dapat dikategorikan sebagai modal kerja yang berbentuk barang. Keberadaannya di satu sisi dianggap sebagai pemborosan, tetapi di sisi lain juga dianggap sebagai asset yang sangat diperlukan untuk menjamin kelancaran pemenuhan permintaan. Persediaan yang terlalu banyak akan mengakibatkan biaya persediaan meningkat karena bahan yang rusak, terutama karena bahan telah melewati batas waktu kadaluwarsa. Untuk meminimalkan total biaya persediaaan, perusahaan dapat juga mengusahakan penurunan biaya pembelian yang bisa diperoleh dengan mempertimbangkan potongan harga pembelian dari pemasok bila memesan dalam jumlah yang besar. Dengan demikian perlu dicari persediaan yang memberikan biaya yang paling minimal dalam pengadaan persediaan.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menghasilkan model perencanaan persediaan bahan baku dengan kendala keterbatasan waktu kadaluwarsa bahan dan terdapatnya faktor diskon, khususnya all unit discount quantity, yang diberlakukan oleh pemasok. Sedangkan model dasar yang digunakan yaitu model persediaan Economic Order Quantity (EOQ). Validasi model dilakukan dengan meniadakan unsur kadaluwarsa dan faktor unit diskon pada model. Validasi tersebut menyatakan bahwa model yang dikembangkan valid. Pada bagian akhir disajikan algoritma sederhana pencarian solusi model dan contoh numeriknya. Kata kunci: Persediaan, Kadaluwarsa, Discount, EOQ.
Pendahuluan
Dalam aktivitas kehidupan, persediaan hampir selalu diperlukan, baik dalam kegiatan pribadi, rumah tangga maupun kegiatan usaha. Yang membedakan persediaan tersebut adalah jenis dan jumlah barang, karakteristik kebutuhan barang dan intensitas pengelolaannya. Persediaan dalam suatu unit usaha dapat dikategorikan sebagai modal kerja yang berbentuk barang. Keberadaannya di satu sisi dianggap sebagai pemborosan (waste) sehingga dapat dikatakan sebagai beban (liability) yang harus dihilangkan, tetapi di sisi lain juga dianggap sebagai kekayaan (asset) yang sangat diperlukan untuk menjamin kelancaran pemenuhan permintaan. Bila tidak ada persediaan maka permintaan tidak akan dapat terpenuhi dan hal ini akan menimbulkan kerugian, baik yang berupa keuntungan yang tidak dapat diterima, menganggurnya mesin dan peralatan (tangible cost), maupun yang berupa citra yang tidak baik sehingga mengakibatkan berpindahnya pelanggan ke pihak lain (intangible cost). Oleh sebab itu keberadaan persediaan perlu dikelola dengan baik sehingga diperoleh kinerja yang optimal (Bahagia, 2003).
Industri yang menghasilkan produk perishable (mengalami deteriorasi atau penurunan nilai setelah waktu tertentu) pada umumnya industri proses, tidak terlepas dari permasalahan persediaan. Karakteristik yang dimiliki industri proses umumnya adalah volume produksi tinggi dengan produk dan standardisasi tertentu. Standardisasi ini meliputi standar komposisi produk yang dihasilkan maupun bahan baku yang digunakan. Bagi industri pengolahan makanan, waktu kadaluwarsa merupakan suatu permasalahan yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan bahan baku. Hal ini karena menyangkut masalah keamanan produk pada saat dikonsumsi, mengingat kebanyakan bahan baku yang digunakan memiliki masa pakai (kadaluwarsa) yang terbatas (Indrianti, 2001).
Potongan harga sering dijumpai dalam sistem penjualan, baik penjualan produk maupun jasa. Ada dua jenis potongan harga yang biasa digunakan yaitu potongan harga kumulatif (all units) dan potongan harga bertahap (incremental). Yang terakhir ini dimaksudkan untuk mendorong pembeli meningkatkan jumlah pembeliannya. Potongan harga dapat ditinjau dari dua sudut pandang yang berbeda, yaitu pembeli dan penjual. Ditinjau dari sudut pandang pembeli, adanya potongan harga yang ditawarkan penjual mengakibatkan perlunya modifikasi pada sistem persediaan, yaitu dalam menentukan ukuran pemesanan ekonomis (Gunawan, 1990).
Pada dasarnya pembeli akan lebih tertarik untuk melakukan pembelian jika potongan harga yang ditawarkan lebih besar. Begitu pun pihak perusahaan, tentunya akan mempertimbangkan kuantitas diskon terhadap keputusan pemesanan ekonomisnya. Namun demikian hendaknya perusahaan, khususnya bagi industri produk perishable tetap mempertimbangkan waktu kadaluwarsa bahan baku sehingga tingkat persediaan tetap optimal. Oleh karena itu, pada penelitian ini dibahas pengembangan model perencanaan persediaan bahan baku dengan mempertimbangkan waktu kadaluwarsa bahan pada industri pengolahan makanan serta faktor unit diskon yang diberikan oleh pihak pemasok. Ide yang mendasari penelitian ini adalah bahwa waktu kadaluwarsa bahan sangat berpengaruh dalam sistem produksi, terutama persediaan bahan. Persediaan yang terlalu banyak akan mengakibatkan biaya persediaan meningkat karena bahan menjadi rusak, karena melewati batas kadaluwarsa. Di samping itu perusahaan juga menginginkan mendapatkan potongan harga pembelian dari pemasok bila memesan dalam jumlah yang besar. Dengan demikian perlu dicari persediaan yang optimal, yaitu besarnya biaya yang dikeluarkan dalam pengadaan persediaan dan perencanaan bahan. Model ini diharapkan dapat digunakan untuk menentukan jumlah dan saat bahan dipesan apabila bahan tersebut memiliki waktu kadaluwarsa yang harus dipertimbangkan serta adanya kuantitas diskon dari pihak pemasok terhadap banyaknya bahan yang dipesan.
Karakteristik Sistem
Model yang akan dikembangkan dalam penelitian ini adalah model persediaan yang mempertimbangkan waktu kadaluwarsa bahan dan faktor unit discount, sehingga didapatkan total biaya persediaan yang minimal. Tujuannya adalah untuk menentukan kuantitas optimal dari bahan baku yang akan dipesan, dengan biaya persediaan yang minimal, serta untuk menentukan saat pemesanan yang optimal. Dalam mengembangkan model, waktu kadaluwarsa bahan baku bersifat deterministik dan sesuai standar perusahaan. Artinya, data waktu kadaluwarsa bahan merupakan masa pakai bahan setelah mengalami perlakuan tertentu dalam penyimpanan sesuai prosedur perusahaan.
Adapun situasi dari model persediaan yang mempertimbangkan waktu kadaluwarsa seperti pada gambar 1.
Gambar 1 menunjukkan situasi persediaan bahan yang mempertimbangkan waktu kadaluwarsa, dimana persediaan bahan yang ada adalah sebesar Q dan terdapat bahan yang kadaluwarsa sebesar Qkd yang terjadi pada akhir periode t1. Akibat adanya bahan yang kadaluwarsa tersebut, maka terjadi juga kekurangan bahan sebesar Qkd selama periode t2.
Model dasar EOQ single item, merupakan model yang digunakan untuk menentukan jumlah pemesanan secara ekonomis sehingga dapat meminimumkan total biaya persediaan. Dalam model dasar EOQ single item diasumsikan bahwa harga beli barang persediaan dianggap selalu sama atau tetap. Dalam kenyataannya, harga barang tidaklah selalu sama karena adanya faktor diskon, sehingga model EOQ single item tidaklah relevan bila digunakan dalam kasus ini. Pada penelitian ini sistem diskon yang dikaji adalah unit diskon.

TINGKAT PERSEDIAAN SPARE PART FORKLIFT MEREK KOMATSU DENGAN PENDEKATAN MODEL PERSEDIAAN SINGLE ITEM

Wahid Ahmad Jauhari
Jurusan Teknik Industri Universitas Sebelas Maret Jl. Ir. Sutami 96 Surakarta email: wachid_aj@yahoo.com
ABSTRAK
The control and maintenance of inventories is a problem common to all enterprises in any sector of a given economy. Two fundamental question that must be answered in controlling the inventory are when to replenish the inventory and how much to order for replenishment. The (Q,r) inventory models attempt to answer the two question under a variety of circumstances. Studies have shown, (1) that a company that ignores lead-time demand variability may suffer great financial damage, (2) that the gamma distribution provides the most common best fit to lead-time demand for variety of inventories items, (3) that a fixed lead-time demand assumption or a normal approximation to it will often yield significant errors (Namit and Chen, 1998).This research performed an efficient and accurate algorithm for solving (Q,r) inventory model with gamma lead-time demand. Kata kunci: model persediaan, permintaan waktu tunda, algoritma
Pendahuluan
Persediaan merupakan asset yang cukup penting dari suatu organisasi perusahaan. Dalam pengendaliannya, perlu dilakukan secara cermat dan tepat guna meminimalkan biaya total persediaan dan memaksimalkan kepuasan pelanggan. Dalam kenyataannya kebijaksanaan pengaturan persediaan menghadapi beberapa kendala yang merupakan tradeoff antara meminimasi biaya total persediaan dan memaksimalkan service level bagi pelanggan.
Dalam suatu sistem persediaan yang membolehkan terjadinya backorder, permintaan selama lead time merupakan ukuran yang penting dalam pengambilan keputusan. Perusahaan yang dalam operasinya mengabaikan variabilitas dari permintaan selama lead time akan mengalami kerugian financial yang cukup signifikan (Vinson, 1972 dalam Namit dan Chen, 1998). Sementara itu banyak model itu banyak model-model persediaan yang ada mengasumsikan bahwa permintaan selama lead time dianggap tetap atau mengikuti distribusi normal. Padahal dari beberapa studi, ditemukan abhwa distribusi gamma merupakan distribusi yang paling umum dari permintaan selama lead time (Bagchi, 1986 dalam Namit dan Chen, 1998). Dengan melihat kenyataan tersebut diatas maka diperlukan suatu kebijaksanaan pengendalian persediaan yang memperhatikan distribusi permintaan selama lead time.
Penelitian ini membahas penetapan tingkat persediaan spare part forklift merek Komatsu yang mampu meminimalkan biaya total persediaan dan meningkatkan service level.Studi kasus dilakukan dengan menerapkan model persediaan spare part yang ada di literatur pada sebuah perusahaan yaitu PT United Tractors. PT United Tractors merupakan salah satu distributor resmi dan supporting product alat berat khusus yang bermerek Komatsu.

PENENTUAN JUMLAH PRODUKSI DENGAN APLIKASI METODE FUZZY – MAMDANI

Much. Djunaidi
Jurusan Teknik Industri Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. Ahmad Yani Tromol Pos 1 Pabelan Surakarta email: joned72@yahoo.com
Eko Setiawan
Jurusan Teknik Industri Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. Ahmad Yani Tromol Pos 1 Pabelan Surakarta email: eko_setiawan04@yahoo.com
Fajar Whedi Andista
Jurusan Teknik Industri Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. Ahmad Yani Tromol Pos 1 Pabelan Surakarta
ABSTRAK
Permasalahan yang timbul di dunia ini seringkali mengandung ketidakpastian, logika fuzzy merupakan salah satu metode untuk melakukan analisis sistem yang mengandung ketidakpastian. Pada penelitian ini digunakan metode mamdani atau sering juga dikenal dengan metode Min – Max. Perancangan sistem untuk mendapatkan output dilakukan dalam tahap – tahap (a) pembentukan himpunan fuzzy, (b) Aplikasi fungsi implikasi, (c) membentuk aturan – aturan, (d) penegasan (defuzzifikasi). Pada penelitian ini defuzzifikasi dilakukan dengan menggunakan metode centroid. Pada metode ini nilai defuzzyfikasi bergerak secara halus, sehingga perubahan pada himpunan fuzzy juga akan bergerak dengan halus. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dengan memasukkan variabel input pada bulan juli 2005, yaitu jumlah permintaan sebesar 21.945 unit dan jumlah persediaan sebesar 1.824 unit menghasilkan output jumlah produksi sebesar 20.300 unit. Kata Kunci : Ketidakpastian, Jumlah produksi, Logika fuzzy.
Pendahuluan
Pada saat ini hampir semua perusahaan yang bergerak dibidang industri dihadapkan pada suatu masalah yaitu adanya tingkat persaingan yang semakin kompetitif. Hal ini mengharuskan perusahaan untuk merencanakan atau menentukan jumlah produksi, agar dapat memenuhi permintaan pasar dengan tepat waktu dan dengan jumlah yang sesuai. Sehingga diharapkan keuntungan perusahaan akan meningkat.
Pada dasarnya penentuan jumlah produksi ini direncanakan untuk memenuhi tingkat produksi guna memenuhi tingkat penjualan yang direncanakan atau tingkat permintaan pasar.
Logika fuzzy (logika samar) itu sendiri merupakan logika yang berhadapan dengan konsep kebenaran sebagian, dimana logika klasik menyatakan bahwa segala hal dapat di ekspresikan dalam istilah binary (0 atau 1). Logika fuzzy memungkinkan nilai keanggotaan antara 0 dan 1. Berbagai teori didalam perkembangan logika fuzzy menunjukkan bahwa pada dasarnya logika fuzzy dapat digunakan untuk memodelkan berbagai sistem.
Logika fuzzy dianggap mampu untuk memetakan suatu input kedalam suatu output tanpa mengabaikan faktor–faktor yang ada. Logika fuzzy diyakini dapat sangat fleksibel dan memiliki toleransi terhadap data-data yang ada. Dengan berdasarkan logika fuzzy, akan dihasilkan suatu model dari suatu sistem yang mampu memperkirakan jumlah produksi. Faktor–faktor yang mempengaruhi dalam menentukan jumlah produksi dengan logika fuzzy antara lain jumlah permintaan dan jumlah persediaan. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang, dapat dirumuskan permasalahan dari penelitian yang akan dilakukan yaitu: memperkirakan jumlah produksi berdasarkan logika fuzzy dengan memperhatikan faktor jumlah permintaan dan jumlah persediaan.
Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah:
1 Produk yang diteliti adalah kloset jongkok.
2 Faktor–faktor yang mempengaruhi penentuan jumlah produksi adalah jumlah permintaan dan jumlah persediaan.
3 Penalaran fuzzy menggunakan metode mamdani
4 Penegasan (defuzzyfikasi) dengan metode centroid.
5 Pengolahan data menggunakan bantuan software matlab 6.1
6 Data lain tidak diteliti atau dianggap tetap.

Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah memperkirakan berapa jumlah produksi bulan juli 2005 berdasarkan logika fuzzy dengan memperhatikan variabel jumlah permintaan dan jumlah persediaan. Manfaat Penelitian
Diharapkan dengan melakukan penelitian ini dapat diambil beberapa manfaat sebagai berikut :
1 Sebagai masukan atau informasi yang bermanfaat bagi perusahaan dalam menentukan atau mempertimbangkan jumlah produksi.
2 Diharapkan mampu sebagai alat ukur proses perencanaan produksi.
3 Menambah khasanah ilmu pengetahuan dalam penerapan konsep logika fuzzy terhadap bidang–bidang industri

Dasar Teori Logika Fuzzy
Dalam kondisi yang nyata, beberapa aspek dalam dunia nyata selalu atau biasanya berada diluar model matematis dan bersifat inexact. Konsep ketidakpastian inilah yang menjadi konsep dasar munculnya konsep logika fuzzy.
Pencetus gagasan logika fuzzy adalah Prof. L.A. Zadeh (1965) dari California University. Pada prinsipnya himpunan fuzzy adalah perluasan himpunan crisp, yaitu himpunan yang membagi sekelompok individu kedalam dua kategori, yaitu anggota dan bukan anggota.
Pada himpunan tegas (crisp), nilai keanggotaan suatu item x dalam suatu himpunan A, yang sering ditulis dengan ยต A [x], memiliki 2 kemungkinan, yaitu ( Kusumadewi, 2003: 156 ) :
Satu (1) yang berarti bahwa suatu item menjadi anggota dalam suatu himpunan.
Nol (0) yang berarti bahwa suatu item tidak menjadi anggota dalam suatu himpunan. Pada himpunan crisp, nilai keanggotaan ada 2 kemungkinan, yaitu 0 atau 1. Sedangkan pada himpunan fuzzy nilai keanggotaan terletak pada rentang 0 sampai 1.

Semesta pembicaraan adalah keseluruhan nilai yang diperbolehkan untuk dioperasikan dalam suatu variabel fuzzy. Semesta pembicaraan merupakan himpunan bilangan real yang senantiasa naik (bertambah) secara monoton dari kiri ke kanan. Nilai semesta pembicaraan dapat berupa bilangan positif maupun negatif ( Kusumadewi, 2003: 159 ) .
Domain himpunan fuzzy adalah keseluruhan nilai yang diijinkan dalam semesta pembicaraan dan boleh dioperasikan dalam suatu himpunan fuzzy (Kusumadewi, 2001: 12 ).
Fungsi keanggotaan (membership function) adalah suatu kurva yang menunjukkan pemetaan titik-titik input data kedalam nilai keanggotaan yang memiliki interval antara 0 sampai 1. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mendapatkan nilai keanggotaan adalah dengan melalui pendekatan fungsi. Ada beberapa fungsi yang bisa digunakan diantaranya :
1 representasi linear
2 representasi segitiga
3 representasi trapesium
4 representasi kurva bentuk bahu
5 representasi kurva S
6 representasi bentuk lonceng

PENGARUH PERENCANAAN PEMBELIAN BAHAN BAKU DENGAN MODEL EOQ UNTUK MULTIITEM DENGAN ALL UNIT DISCOUNT

Much. Djunaidi
Jurusan Teknik Industri Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. Ahmad Yani Tromol Pos 1 Pabelan Surakarta email: joned72@yahoo.com
Siti Nandiroh
Jurusan Teknik Industri Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. Ahmad Yani Tromol Pos 1 Pabelan Surakarta email : s-nand@telkom.net
Ika Octaviani Marzuki
Jurusan Teknik Industri Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. Ahmad Yani Tromol Pos 1 Pabelan Surakarta
ABSTRAK
Perusahaan kebanyakan, pada kenyataannya didapati memesan secara simultan pada satu supplier dari pada memesan per item. Salah satu dari perusahaan tersebut adalah PT. Sari Warna Asli IV Karanganyar. Pemesanan yang terdiri dari beberapa item sekaligus dikenal dengan joint replenishment order. Pada dasarnya sistem ini mempunyai prinsip bahwa biaya marginal dari menambah suatu pesanan item kedalam pesanan item-item lain yang sudah ada lebih murah daripada mengirim dalam lot yang lebih kecil beberapa kali. Dalam kasus persediaan di perusahaan ini supplier memberikan discount berdasar pada jumlah atau nilai item yang dibeli. Model dasar EOQ tidak membahas adanya permintaan multi-item dan adanya potongan harga yang diberikan oleh supplier. Jadi pada penelitian ini akan dikembangkan model persediaan dengan mempertimbangkan permintaan multi-item dengan unit discount. Sehingga didapatkan total biaya persediaan yang minimal. Untuk mendapatkan model matematis EOQ multi-item dengan all unit discount didapat dengan cara menurunkan ongkos total terhadap periode antar pemesanan (t) dan menyamakannya dengan nol untuk mendapatkan jarak pemesanan optimal (t*)dan ukuran pemesanan optimal yang menyebabkan ongkos total menjadi minimum. Pada penerapan model di PT. Sari Warna Asli IV, diperoleh hasil bahwa periode pesan dilakukan setiap 0,0146 (4 hari) dengan kuantitas pesan optimal Q1*(Cotton 100%) = 315.864 yard/pesan, Q2*(Polyester 100%) = 298.864 yard/pesan dan Q3*(Tetron)= 290.976 yard/pesan. Maka akan diperoleh biaya total persediaan yang minimum sebesar Rp. 174.457.515.100. Kata Kunci : EOQ, Multi-item, All Unit Discount, Jarak pemesanan
Pendahuluan
Setiap perusahaan industri disengaja maupun tidak, akan selalu memiliki persediaan bahan baku. Ada beberapa perusahaan yang persediaan bahan bakunya tidak dipersiapkan sama sekali. Keadaan semacam ini antara lain disebabkan oleh: bahan baku yang dipergunakan untuk proses produksi tidak dapat dibeli secara satu persatu sebesar jumlah yang diperlukan serta pada saat bahan tersebut digunakan. Selain itu jenis bahan baku yang dibutuhkan tidak hanya satu item, hal ini yang membuat jadwal pemesanan bahan baku tidak teratur. Meskipun suplier memberikan diskon pada kuantitas pembelian tertentu, jka penjadwalan pembelian tidak teratur akan menyebabkan membengkaknya biaya persediaan. Maka diperlukan adanya suatu perencanaan pembelian material, agar dapat diketahui pengaruhnya terhadap pengendalian persediaan. Sehingga perusahaan dapat menentukan kuantitas bahan baku yang akan dibeli sesuai jadwal produksi agar tidak terjadi penumpukan persediaan. Dan guna memenuhi pesanan dalam jumlah yang tepat dan waktu yang tepat sehingga biaya total persediaan dapat dikurangi dengan adanya periode pesan dan kuantitas pemesanan yang optimal. Model matematis untuk mendapatkan jarak pemesanan dan kuantitas yang optimal untuk multi item dengan all unit discount akan mengambil contoh kasus di PT. Sari Warna Asli IV Karanganyar.
Dasar Teori Model EOQ Multi item
Dalam dunia nyata sangat sedikit perusahaan yang memiliki hanya satu macam item saja dalam persediaannya. Model statis EOQ multi-item merupakan model EOQ untuk pembelian bersama (joint purchase) beberapa jenis item, dengan asumsi:
1 Tingkat permintaan untuk setiap item bersifat konstan dan diketahui dengan pasti, lead time juga diketahui dengan pasti.
2 Lead timenya sama untuk semua item,
3 Holding cost, harga per-unit (unit cost) dan ordering cost untuk setiap item diketahui. Tidak ada perubahan dalam biaya per-unit (seperti quantity discount), ordering cost dan holding cost.

Model EOQ multi-item merupakan pengembang lanjutan dari model model EOQ single-item. Asumsi yang dipergunakan tidak berbeda bahkan ditambah lagi dengan dua buah asumsi, yaitu:
1 Biaya pesan untuk masing-masing jenis persediaan adalah sama.
2 Biaya penyimpanan yang dinyatakan dalam % dari nilai rata-rata persediaan adalah sama.

KETERKAITAN ANTARA KOMITMEN AFEKTIF DENGAN INTENSI TURNOVER PADA KARYAWAN BAGIAN PRODUKSI DI PT. USMAN JAYA MEKAR MAGELANG

Betty Eliya Rokhmah
Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta Jl. Ir. Sutami no. 36, Surakarta
Asri Laksmi Riani
Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta Jl. Ir. Sutami no. 36, Surakarta
ABSTRACT
This study analyzes the direct effect of affective commitment to the supervisor on turnover intention and the indirect effect of affective commitment to the supervisor and affective commitment to the work group on turnover intention with affective commitment to the organization being mediating variable. By using Structural Equation Modeling (SEM) which assisted by application program of Analysis of Moment Structure (AMOS), the result indicated that affective commitment to the supervisor and work group have indirect effect only on turnover intention. The indirect effect is mediated by affective commitment to the organization. The suggestions for further study and the limitation of this research are discussed. Keywords: Affective commitment, organization, turnover intention
Pendahuluan
Turnover (berpindah kerja) biasanya merupakan salah satu pilihan terakhir bagi seorang karyawan apabila dia mendapati kondisi kerjanya sudah tidak sesuai lagi dengan apa yang diharapkannya. Turnover bagi karyawan merupakan salah satu jalan keluar untuk mendapatkan keadaan yang lebih baik, namun bagi perusahaan hal ini dapat menjadi suatu kerugian tersendiri, apalagi bila karyawan yang keluar tadi memiliki ketrampilan yang dibutuhkan oleh perusahaan. Selain itu hal ini dapat menambah cost (biaya) untuk perekrutan dan penempatan kembali. Untuk itu perusahaan perlu menelaah lebih jauh tentang sebab-sebab seorang karyawan mempunyai intensi untuk keluar, sehingga turnover dapat ditekan seminimal mungkin. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengatasi kendala-kendala yang menyebabkan seorang karyawan mempunyai intensi untuk keluar terutama yang disebabkan dari dalam perusahaan. Dengan demikian akan tercipta kepuasan baik dari segi karyawan maupun perusahaan.
Salah satu variabel yang banyak diteliti dalam hubungannya dengan intensi turnover adalah variabel komitmen organisasi. Banyak alasan mengapa komitmen organisasi lebih banyak diteliti, beberapa alasannya antara lain adalah karena minat dalam mempelajari komitmen terus berlanjut sejak hal ini menunjukkan hubungan yang konsisten dengan 1) tingkah laku pekerja seperti turnover, absenteeism, dan kinerja (Angle & Perry, Bluedorn, Porter & Steers dalam Lum dkk., 1998), 2) konstruk attitudinal, affective, dan cognitive seperti kepuasan kerja, job involvement, dan ketegangan kerja (Hall & Schneider, Hebriniak & Alutto, Porter, Steers, Mowday & Boulian dalam Lum dkk., 1998), 3) karakteristik kerja dan peran karyawan, dan task identity (Steers dalam Lum dkk., 1998), dan 4) karakteristik personal dari karyawan seperti umur, gender, kebutuhan untuk berprestasi, dan jabatan kerja (Angle & Perry, Hebriniak & Alutto, Steers, dalam Lum dkk., 1998)
Dasar Teori dan Hipotesis Hubungan antara Komitmen Afektif kepada Supervisor dengan Intensi Turnover
Kualitas hubungan antara bawahan dengan supervisor adalah berbeda, dan beberapa bawahan hubungannya lebih baik (atau lebih buruk) dengan supervisornya (Graen & Cashman, Graen, dalam Kinicki & Vecchio, 1994 : 75). Dalam penelitiannya, Vandenberghe dkk., (2004 : 59) menemukan bahwa komitmen afektif kepada supervisor mempunyai hubungan negatif yang signifikan dengan intensi turnover. Maka dapat diambil hipotesis sebagai berikut: H1: Komitmen afektif kepada supervisor akan berpengaruh langsung dan
mempunyai hubungan yang negatif dan signifikan terhadap intensi turnover. Hubungan antara Komitmen Afektif kepada Supervisor dengan Komitmen Afektif Organisasional dan Hubungan antara Komitmen Afektif kepada Kelompok Kerja dengan Komitmen Afektif Organisasional
Dari berbagai penelitian terdahulu menunjukkan hanya karyawan yang membangun affective attachment (penggabungan secara emosi) untuk organisasi secara keseluruhan, yang merasa berkomitmen pada supervisor mereka (Becker, Becker & Billings, Becker dkk., Clugston dkk., Siders dkk. dalam Vandenberghe dkk. 2004) dan untuk kelompok kerja atau tim mereka (Bishop, Scott & Burroughs, Ellemers, de Gilder & Van de Heuvel, Lawler, Yoon, Baker & Ko, Zaccaro & Dobbins, dalam Vadenberghe dkk., 2004). Dalam penelitiannya, Vandenberghe dkk (2004) menemukan bahwa komitmen afektif kepada supervisor dan kelompok kerja berhubungan secara signifikan dengan komitmen afektif organisasional. H2: Komitmen afektif kepada supervisor akan berpengaruh dan mempunyai
hubungan yang positif dan signifikan dengan komitmen afektif organisasional H3: Komitmen afektif kepada kelompok kerja akan berpangaruh langsung dan
mempunyai hubungan yang positif dan signifikan dengan komitmen afektif
organisasional Hubungan antara Komitmen Afektif Organisasi dengan Intensi Turnover
Banyak faktor yang mempengaruhi turnover diantaranya adalah kepuasan kerja, komitmen organisasi, dan alternatif kerja (Maertz & Campion, dalam Mitchell dkk., 2001:1102). Komitmen organisasi telah berkali-kali dinyatakan berhubungan secara negatif dengan intended dan actual turnover (Mathieu & Zajac, Tett & Meyer, dalam Vandenberghe dkk., 2004). Seperti yang banyak dibuktikan dalam literature turnover, pengaruh komitmen organisasi pada turnover kebanyakan dimediasi oleh intensi turnover (Hom dkk., Hom & Griffeth, Price & Muller, Sager, Griffeyh & Hom, Tett & Meyer dalam Vandenberghe, 2004). Maka dari berbagai teori di atas dapat diambil hipotesis sebagai berikut:
H4: Komitmen afektif organisasional akan berpengaruh lengsung dan mempunyai hubungan yang negative dan signifikan dengan intensi turnover
Hubungan antara Komitmen Afektif kepada Supervisor terhadap Intensi Turnover dengan Dimediasi oleh Komitmen Afektif Organisasional dan Hubungan antara Komitmen Afektif kepada Kelompok Kerja terhadap Intensi Turnover dengan Dimediasi oleh Komitmen Afektif Organisasional
Hunt & Morgan (dalam Vandenberghe dkk., 2004) menemukan dukungan untuk kunci mediasi model konstruk untuk komitmen yang berhubungan dengan organisasi, seperti supervisor, kelompok kerja, dan top management, meluaskan pengaruhnya pada perilaku kerja melalui komitmen organisasi. Selain itu, dalam penelitian Vandenberghe dkk. (2004 : 59) menemukan bahwa komitmen afektif kepada supervisor dan komitmen afektif kepada kelompok kerja berhubungan negatif secara signifikan dengan dimediasi oleh komitmen afektif organisasi.

ANALISIS KEPUASAN KONSUMEN BERDASARKAN TINGKAT PELAYANAN DAN HARGA KAMAR MENGGUNAKAN APLIKASI FUZZY DENGAN MATLAB 3.5.

Indah Pratiwi
Jurusan Teknik Industri, Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Tromol Pos 1 Pabelan Surakartaemail: indah_prat@plasa.com
Edi Prayitno
Jurusan Teknik Industri, Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Tromol Pos 1 Pabelan Surakarta
ABSTRAK
Kualitas pelayanan yang baik dimana perusahaan mampu memberikan pelayanan yang memuaskan agar terpenuhinya permintaan dan harapan konsumen (Sugiarto, 2000). Konsumen menghendaki pelayanan yang diterima cepat dan baik, dan itu merupakan nilai dalam peningkatan kualitas dalam pelayanan. Penelitian ini melihat seberapa besar kepuasan konsumen dan pengaruh tingkat pelayanan dan harga kamar terhadap tingkat kepuasan konsumen dalam menggunakan jasa hotel Istana berdasarkan aplikasi fuzzy pada toolbox matlab 3.5.0. Langkah-langkah yang dilakukan adalah pada metode analitis terdapat tiga tahapan logika fuzzy, yaitu 1) fuzzyfication, terdiri dari membentuk variabel yang digunakan dan membentuk himpunan kabur, 2) inferensi, merupakan penentuan aturan dari sistem logika kabur, 3) defuzzyfication, disebut tahap penegasan dimana input dari proses penegasan adalah himpunan kabur dari komposisi himpunan aturan kabur, dan output merupakan domain himpunan kabur tersebut. Hasil dari pengolahan data, meliputi : input terdiri dari a) tingkat kualitas pelayanan didapat bilangan real 5,5 dengan domain [5 8] yang artinya variabel tingkat pelayanan baik, b) tingkat harga kamar dengan bilangan real 5,5 dengan domain [5 8] yang artinya tingkat harga kamar murah. Output hanya satu yaitu tingkat kepuasan konsumen dengan bilangan real 43,9. Kata Kunci : fuzzy, toolbox matlab 3.5.0, kepuasan konsumen hotel
Pendahuluan
Kualitas merupakan faktor dasar yang dapat mempengaruhi pilihan konsumen untuk berbagai jenis jasa yang berkembang saat ini dan telah menjadi satu-satunya faktor dalam keberhasilan dan pertumbuhan suatu organisasi. Kualitas pelayanan bukanlah masalah dalam mengontrol kualitas yang akan datang saja, akan tetapi merupakan pencegahan terjadinya kualitas yang jelek sejak awal.
Konsumen menghendaki pelayanan yang diterima cepat dan baik, dan itu merupakan nilai peningkatan kualitas pelayanan. Tiap konsumen mempunyai tingkat kepuasan yang berbeda, ini merupakan indikator yang baik untuk mengukur tingkat kualitas produk atau pelayanan yang mereka terima.
Maju dan berkembangnya tempat pelayanan umum seperti penginapan (perhotelan) tergantung dari kualitas pelayanan yang diberikan, merupakan dampak penting yang harus diperhatikan bagi pengelola pelayanan. Perumusan Masalah
Seberapa besar kepuasan konsumen dan pengaruh tingkat pelayanan dan harga kamar terhadap tingkat kepuasan konsumen dalam menggunakan jasa Hotel Istana berdasarkan aplikasi fuzzy pada toolbox matlab 3.5.0 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui dan memahami penerapan aplikasi fuzzy dengan toolbox matlab
3.5.0 pada tingkat kepuasan konsumen Hotel Istana dengan input tingkat kualitas pelayanan dan tingkat harga kamar.
2. Untuk dapat mengetahui seberapa besarkah kepuasan yang dirasakan oleh pelanggan berdasarkan tingkat harga kamar dan tingkat kualitas pelayanan yang dirasakan pelanggan
Dasar Teori Kualitas Jasa
Jasa adalah setiap kegiatan yang ditawarkan oleh suatu pihak pada pihak lain dan dasarnya tidak berwujud, serta tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu. Proses produksinya mungkin juga tidak dikaitkan dengan suatu produk fisik (Kottler, 1995: 96).
Jasa memiliki karakteristik utama yang membedakanya dengan barang, yaitu, (Kotler, 1997 : 84) :
1 Intangibility ( tidak berwujud )
2 Inseparability ( tidak dapat dipisahkan ).
3 Variability ( berubah – ubah )
4 Perishability ( daya tahan ) Kualitas Jasa, terdiri dari lima pokok, yaitu :

a. Relliability,: kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan.
b. Tangibles, meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai dan sarana komunikasi.
c. Responsiveness, keinginan staf untuk membentuk pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap.
d. Assurance, mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan dan dapat dipercaya yang dimiliki para staf bebas dari bahaya, resiko atau keragu – raguan.
e. Emphaty, meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, perhatian pribadi dan memahami kebutuhan pelanggan.

Kepuasan Konsumen dengan Jasa Hotel
Hotel sebagai perusahaan jasa akomodasi juga melaksanakan aktivitas manajemen pemasaran dalam usaha mendapatkan tamu, dan mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan. Kepuasan konsumen merupakan faktor dasar yang menentukan proses pembelian selanjutnya. Kotler (1997) bahwa kepuasan dan ketidakpuasan konsumen terhadap jasa yang dikonsumsi akan mempengaruhi tingkah laku konsumen selanjutnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan konsumen, adalah : mutu produk dan pelayanan, kegiatan penjualan, pelayanan setelah penjualan dan nilai-nilai perusahaan. Kualitas pelayanan penginapan, merupakan kesatuan dari tiga unsur, yaitu: produk, perilaku atau sikap, suasana lingkungan.
Hubungan antara kualitas pelayanan penginapan dengan kepuasan konsumen
Kepuasan dapat diartikan sebagai suatu keadaan dalam diri seseorang, dimana ia telah berhasil mendapatkan sesuatu yang menjadi kebutuhan-kebutuhan dan keinginankeinginannya, maka dari itu untuk memberikan kepuasan kepada tamu adalah berusaha mengetahui terlebih dahulu apa yang dibutuhkan dan diinginkan oleh tamu yang akan atau sedang menginap di hotel, adapun beberapa petunjuk yang dapat dijadikan sebagai alat untuk mengidentifikasi kebutuhan dasar manusia yang lazim, antara lain : kebutuhan untuk disambut baik, kebutuhan pelayanan yang tepat waktu, kebutuhan untuk merasa nyaman, kebutuhan akan pelayanan yang rapi, kebutuhan untuk dimengerti, kebutuhan untuk mendapat pertolongan, kebutuhan untuk merasa penting, kebutuhan untuk dihargai, kebutuhan untuk diakui atau diingat dan kebutuhan akan respek. Logika Fuzzy dan Himpunan Kabur
Pada tahun 1965, Lofti Zadeh, seorang profesor di Universitas Of California di Barkeley, memodifikasi teori himpunan dimana setiap anggotanya memiliki derajat keanggotaan yang bernilai kontinyu antara 0 sampai 1. Himpunan ini disebut dengan himpunan kabur (Fuzzy Set) (Kusumadewi, 2002).
Fuzzy system adalah sistem yang dibangun berdasarkan aturan–aturan (pengetahuan) yang berupa koleksi aturan IF – THEN ( JIKA – MAKA ). Alasan menggunakan logika fuzzy yaitu : konsep logika fuzzy mudah dimengerti, sangat fleksibel, memiliki toleransi terhadap data-data yang tidak tepat, mampu memodelkan data-data nonlinier yang sangat kompleks, dapat membangun dan mengaplikasikan pengalaman-pengalaman para pakar secara langsung tanpa harus melalui proses pelatihan, dapat bekerjasama dengan teknik kendali secara konvensional pada bahasa alami.

PENGEMBANGAN ALGORITMA PENJADUALAN PRODUKSI JOB SHOP UNTUK MEMINIMUMKAN TOTAL BIAYA EARLINESS DAN TARDINESS

Dian Retno Sari Dewi
Jurusan Teknik Industri, Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya Jl. Dinoyo no. 22 – 24, Surabayaemail: dessi@mail.wima.ac.id
ABSTRACT
This paper develops job shop production scheduling using Non Delay algorithm through forward and backward-forward algorithm to minimize total earliness and tardiness costs. Backward approach has some disadvantages, such as, if the job is scheduled in backward, there is a possibility that the infeasible situation occurs, in which the job is scheduled at t<0. This paper used hypothetic data generated randomly. This job shop scheduling algorithm development was validated using LINDO software to check the effectiveness heuristic method, compared with the optimation method. The validation proves that the result of backward-forward scheduling method is better than the result of forward scheduling method. Keywords: job shop scheduling, forward non delay, backward-forward non delay
Pendahuluan
Penjadualan didefinisikan sebagai pengalokasian sumber-sumber daya selama suatu rentang waktu untuk melakukan sekumpulan tugas (Baker, 1990). Tujuan penjadualan adalah mengoptimasi penggunaan sumber daya sehingga tujuan produksi dapat tercapai (Narasimhan, dkk, 1985). Dalam penjadualan berbasis waktu dikenal keterlambatan positif (tardiness) dan keterlambatan negatif (earliness), bila dikaitkan dengan aturan penjadualan berbasis biaya keterlambatan positif menimbulkan biaya tardiness dan keterlambatan negatif menimbulkan biaya earliness. Biaya tardiness adalah biaya keterlambatan yang disebabkan suatu pekerjaan diselesaikan lebih dari batas waktu (due date) yang ditetapkan oleh konsumen, sedangkan biaya earliness adalah biaya yang disebabkan suatu pekerjaan diselesaikan lebih cepat dari batas waktu (due date) yang telah ditentukan oleh konsumen sehingga menimbulkan biaya inventori.
Tjandera (1992), melakukan penelitian penjadualan produksi menggunakan metode forward non delay dan backward untuk menyelesaikan masalah di lingkungan job shop. Ibnu Utama (1994), melakukan penelitian penjadualan job shop untuk meminimasi earliness dengan mempertimbangkan perawatan mesin. Sun dan Lin (1994), memberikan kerangka berpikir penyelesaian masalah job shop dengan pendekatan backward. Karena sebelumnya belum ada penelitian tentang penjadualan job shop yang meminimasi total biaya earliness dan tardiness secara bersama-sama, maka dicoba untuk mengembangkan algoritma penjadualan produksi job shop untuk meminimumkan total biaya earliness dan tardiness dengan metode Non Delay melalui pendekatan forward dan backward. Pendekatan backward mempunyai kekurangan, jika job dijadwalkan mundur akan memungkinkan terjadinya infeasible, yaitu suatu keadaan dimana job dijadwalkan pada t<0. Maka job yang infeasible akan dimajukan pada t=0 dengan menggunakan algoritma affected operation rescheduling.
Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk:
1 Mengembangkan algoritma penjadualan job shop untuk meminimumkan total biaya earliness dan tardiness secara bersama-sama dengan metode Non Delay melalui pendekatan forward dan backward-forward.
2 Membandingkan antara metode forward non delay dengan metode backward-forward non delay.
3 Membandingkan aturan priority rules yang dipakai dalam metode forward non delay dan backward-forward.

Batasan Masalah
Batasan kajian yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:
1 Program aplikasi penjadualan job shop ini hanya mampu untuk menjadualkan maksimal 50 job dan 50 operasi.
2 Priority rules yang digunakan pada metode forward non delay adalah EDD (Earliest Due Date), SPT (Shortest Processing Time), dan S/OPN (Slack per Operation).
3 Priority rules yang digunakan pada metode backward-forward non delay adalah LDD (Last Due Date), LPT (Longest Processing Time), dan S/OPN (Slack per Operation).

PENGEMBANGAN MODEL PERSEDIAAN DENGAN MEMPERTIMBANGKAN WAKTU KADALUARSA BAHAN DAN FAKTOR INCREMENTAL DISCOUNT

Hari Prasetyo

Jurusan Teknik Industri Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Tromol Pos 1 Pabelan SurakartaEmail: harpras2@yahoo.com

Hafidh Munawir

Jurusan Teknik Industri Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Tromol Pos 1 Pabelan SurakartaEmail: hafidh_munawir@yahoo.com

Ning Ati Musthofiyah

Jurusan Teknik Industri Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Tromol Pos 1 Pabelan Surakarta

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan model persediaan yang mempertimbangkan waktu kadaluarsa bahan dan faktor incremental discount untuk mendapatkan biaya total (total cost) persediaan yang minimum. Model persediaan Economic Order Quantity (EOQ) Single Item digunakan sebagai dasar pengembangan model. Algoritma pencarian solusi model dibuat untuk mendapatkan solusi dari model. Selain itu pada bagian akhir diberikan studi kasus implementasi model di PT. XYZ. Kata kunci: Model Persediaan, EOQ, kadaluarsa, incremental discount

Pendahuluan

Perkembangan dunia industri yang berlangsung dengan cepat dalam berbagai bidang menyebabkan semakin meningkatnya persaingan diantara perusahaan-perusahaan untuk memperebutkan konsumen. Keadaan seperti itulah yang mengakibatkan semakin meningkatnya pula tuntutan konsumen terhadap kualitas dan waktu pengiriman dari suatu produk (Indrianti, 2001). Waktu pengiriman yang tepat merupakan salah satu hal penting yang harus diperhatikan untuk memenuhi kepuasan konsumen. Pemenuhan waktu pengiriman sangat ditunjang oleh faktor ketersediaan produk di gudang. Sedangkan ketersediaan produk itu sendiri sangat dipengaruhi oleh ketersediaan bahan baku. Sehingga dalam hal ini, persediaan memiliki peranan yang penting untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada konsumen.

Dalam sistem manufaktur maupun non manufaktur, adanya persediaan merupakan faktor yang memicu peningkatan biaya. Meskipun demikian persediaan tetap diperlukan karena pada kondisi nyata, kebutuhan atau permintaan dari konsumen dapat bersifat tidak pasti. Menetapkan jumlah persediaan yang terlalu banyak akan berakibat pemborosan dalam biaya simpan. Tetapi apabila terlalu sedikit maka akan mengakibatkan hilangnya kesempatan perusahaan untuk mendapatkan keuntungan jika permintaan nyatanya lebih besar daripada permintaan yang diperkirakan (Nasution, 1997).

Oleh karena persediaan merupakan kekayaan perusahaan yang memiliki peranan penting dalam operasi bisnis, maka perusahaan perlu melakukan manajemen persediaan proaktif, artinya perusahaan harus mampu mengantisipasi keadaan maupun tantangan yang ada dalam manajemen persediaan untuk mencapai sasaran akhir dalam manajemen persediaan, yaitu untuk meminimasi total biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk penanganan persediaan (Yamit, 2002).

Usaha untuk meminimasi biaya persediaan bisa ditempuh dengan berbagai cara, salah satunya dengan meminimasi biaya pembelian. Untuk mendapatkan biaya pembelian yang serendah-rendahnya atau seefisien mungkin, maka faktor diskon harus diperhatikan dengan sebaik-baiknya, karena belum tentu dengan mendapatkan diskon yang kelihatannya menguntungkan dapat benar-benar menguntungkan. Bisa saja kebutuhan persediaan yang sebenarnya jauh di bawah jumlah pembelian minimal untuk mendapatkan diskon, sehingga menyebabkan biaya simpan menjadi tinggi dan usaha untuk mengejar diskon menjadi tidak efisien. Maka diperlukan perhitungan yang cermat untuk mengejar diskon yang tepat dalam rangka memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya.

Kebanyakan industri proses, terutama industri pengolah makanan, tidak terlepas dari permasalahan di atas. Pada umumnya industri proses mempunyai standarisasi tertentu yang meliputi standar komposisi produk yang dihasilkan maupun bahan baku yang digunakan. Bagi perusahaan pengolah makanan, waktu kadaluwarsa merupakan salah satu permasalahan yang penting dan harus dipertimbangkan dalam perencanaan bahan baku. Hal ini karena menyangkut masalah keamanan produk pada saat dikonsumsi, mengingat kebanyakan bahan baku pada industri tersebut mempunyai masa pakai (waktu kadaluwarsa) yang terbatas.

Dari pengamatan kasus di lapangan, saat ini diperlukan model persediaan yang mampu mengakomodasi faktor kadaluwarsa bahan dan adanya faktor diskon untuk meminimalkan total ongkos persediaan.

IMPLEMENTASI METODE QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT (QFD) GUNA MENINGKATKAN KUALITAS KAIN BATIK TULIS

Jono
Jurusan Teknik Industri, Universitas Widya Mataram Yogyakarta
Jl. Ndalem Mangkubumen Kp. III/237 Yogyakarta
email : jonojo92@yahoo.co.id
ABSTRAK
Pemilihan dan pengoptimalan suatu metode yang lebih baik untuk meningkatkan mutu
suatu produk atau jasa yang dihasilkan sangat diperlukan oleh perusahaan dewasa ini. Dalam
permasalahan ini yang penting untuk diperhatikan oleh suatu perusahaan adalah kesesuaian
suatu produk atau jasa yang dihasilkan dengan keinginan dan kepuasan konsumen sehingga
dapat berkelanjutan menjadi pelanggan. Salah satu metode untuk mengetahui kebutuhan dan
keinginan pelangan adalah Quality Function Deployment. Metode ini digunakan oleh industri
batik di Nambangan Lor Kotamadya Madiun untuk menentukan technical response yang harus
dilakukan.
Kata kunci: QFD, voice of customer, house of quality, technical response
Pendahuluan
Krisis ekonomi yang sedang melanda negara-negara berkembang termasuk di
Indonesia memberikan dampak sangat luas bagi kehidupan masyarakat serta telah
merontokkan banyak industri besar. Bukan hanya industri besar yang terkena dampak
krisis ekonomi ini akan tetapi industri kecil dan menengah juga terkena imbas dari
krisis ekonomi ini. Maka diperlukan penanganan yang optimal terutama berkaitan
dengan kualitas produk yang dihasilkan sehingga perusahaan tidak kalah bersaing.
Penelitian ini mengambil obyek di sentra industri batik yang berlokasi di Desa
Nambangan Lor Kotamadya Madiun, yang merupakan kumpulan dari home industries
yang bergerak pada pembuatan kain batik, baik itu batik tulis maupun batik cetak.
Sampai saat ini sentra industri batik ini belum mempunyai standart kualitas produk
sehingga banyak terjadi complaint dari agen atau pengecer terhadap hasil produk yang
berhubungan dengan kualitas, dimana banyak produk pada setiap kodi yang telah
dikirim kepada distributor, agen atau pengecer dikembalikan atau tidak diterima karena
kualitasnya kurang bagus, terutama produk batik tulisnya. Rata-rata permintaan produk
batik di Desa Nambangan Lor Madiun adalah 600 kodi ( 1 kodi = 20 Unit ) atau sama
dengan 12.000 Unit batik tiap bulan, sebagian besar permintaan produk batik ini adalah
berupa kain batik tulis. Padahal kapasitas produksi sentra industri batik ini rata-rata
900 kodi atau sama dengan 18.000 Unit/Bulan. Sehingga disinyalir hanya sekitar 67%
produk batik di desa Nambangan Lor Gresik yang mampu menembus pasar, padahal
kapasitas produksinya adalah 18.000 Unit/Bulan. Belum lagi dengan produk yang cacat
atau tidak diterima/dikembalikan oleh agen, distributor atau bahkan usernya sendiri.
Penelitian ini ingin memperbaiki dan meningkatkan kualitas produk terutama
pada produk utamanya yaitu kain batik tulis, sehingga produk yang dibuat lebih mempunyai bargaining power di pasar serta mampu memenuhi harapan yang
diinginkan konsumen produk kain batik tulis.
Tinjauan Pustaka
Cohen (1995) mendefinisikan Quality Function Deployment adalah metode
terstruktur yang digunakan dalam proses perencanaan dan pengembangan produk
untuk menetapkan spesifikasi kebutuhan dan keinginan konsumen, serta mengevaluasi
secara sistematis kapabilitas suatu produk atau jasa dalam memenuhi kebutuhan dan
keinginan konsumen. Tujuan dari Quality Function Deployment tidak hanya memenuhi
sebanyak mungkin harapan pelanggan, tapi juga berusaha melampaui harapan-harapan
pelanggan sebagai cara untuk berkompetensi dengan saingannya, sehingga diharapkan
konsumen tidak menolak dan tidak komplein, tapi malah menginginkannya.
Implementasi QFD terdiri dari tiga tahap, dimana seluruh kegiatan yang
dilakukan pada masing-masing tahapan dapat diterapkan seperti layaknya suatu
proyek, dengan terlebih dahulu dilakukan tahap perencanaan dan persiapan, ketiga
tahapan tersebut adalah (Lou Cohen, 1995) :
1. Tahap pengumpulan Voice of Customer.
2. Tahap penyusunan rumah kualitas (House of Quality).
3. Tahap analisa dan implementasi.
Pengumpulan Suara Pelanggan (Voice of Customer)
Tahap ini dilakukan survey untuk memperoleh suara pelanggan yang tentu akan
memakan waktu dan membutuhkan ketrampilan mendengarkan. Proses QFD
membutuhkan data pelanggan yang ditulis sebagai atribut-atribut dari produk atau
service. Atribut-atribut atau kebutuhan-kebutuhan ini merupakan keuntungan potensial
yang dapat diterima pelanggan dari produk atau servicenya. Tiap atribut mempunyai
beberapa data numerik yang berkaitan dengan kepentingan relatif atribut bagi
pelanggan dan tingkat performasi kepuasan pelanggan dari produk yang mirip
berdasarkan atribut tersebut. Atribut ini biasanya disebut data pelanggan kualitatif dan
informasi numerik tiap atribut sebagai data kuantitatif. Prosedur umum dalam
perolehan suara pelanggan adalah untuk menentukan atribut-atribut pelanggan (data
kualitatif) dan mengukur atribut-atribut (data kuantitatif). Data kualitatif secara umum
diperoleh dari pembicaraan dan observasi dengan pelanggan sementara data kuantitatif
diperoleh dari survey atau penarikan suara (Polls).
Menyusun Rumah Kualitas (House of Quality)
Penerapan metode Quality Function Deployment dalam proses perancangan
produk dan jasa diawali dengan pembentukan matriks perencanaan produk atau sering
disebut sebagai House of Quality (rumah kualitas) seperti pada gambar 1.